Kamis, 30 Januari 2014

Manager ; Tips Branding yang Efektif


Branding yang baik dan tepat memampukan bisnis dan merek menjadi sesuatu yang ikonik. Hal ini juga dikarenakan merek dan bisnis tersebut memiliki diferensiasi yang tidak dimiliki oleh pesaingnya. 

Termasuk memiliki positioning yang jelas dan kuat di pasar.   

Branding menjadi bagian upaya untuk mengomunikasikan diferensiasi serta positioning dari merek tersebut.

Lalu, bagaimana membangun efektivitas dalam proses branding tersebut..? 

Berikut adalah beberapa hal yang layak diperhatikan:

Pertama, centered. Bisnis dengan merek yang sukses adalah bisnis yang memiliki fokus. Bisnis ini memiliki tujuan yang jelas dan nilai-nilai yang mereka hidupi. Tujuan ini harus bisa dirumuskan secara jelas. Ketika bisnis ini berkembang, bisa jadi pengelolanya menggeser positioning merek untuk memastikan keselarasan dengan pesan dan tujuan semula tersebut. 

Kedua, clarify. Pesan dan citra merek harus senantiasa diklarifikasi secara kontinu. Pasalnya, lanskap pasar senantiasa berkembang dan berubah. Klarifikasi dilakukan agar merek senantiasa tetap relevan dengan zamannya. Posisi merek juga terus menerus diklarifikasi di tengah persaingan yang makin ketat dan kreatif.  Jampai merek menjadi kabur dan malah hilang ditekan hiruk pikuk kompetisi karena tidak melakukan klarifikasi tersebut.

Ketiga, contribute. Era sekarang adalah era komunitas. Internet telah menjadi konektor orang untuk terhubung dengan komunitasnya. Sebab itu, agar merek juga bisa eksis di tengah-tengah mereka, merek tersebut harus bisa terlibat dalam aktivitas dan perbincangan dalam komunitas tersebut. Semakin banyak merek berkontribusi dan memberikan nilai tambah bagi komunitas, brandingnya akan semakin kuat.  Meminjam istilah Direktur Utama PT Telkom Indonesia, Tbk Arief Yahya dalam bukunya berjudul "The more you give, the more you get" bisa diterapkan di sini.

Keempat, connect. Era sekarang menghadirkan connected society-- masyarakat yang terhubung. Sebab itu, agar merek tetap eksis, merek ini harus senantiasa membangun konektivitas dengan elemen masyarakat kontemporer tersebut. Lebih utama lagi, merek harus bisa membangun konektivitas dengan pelanggannya, kapan pun dan di mana pun. Jangan sampai ketika pelanggan membutuhkannya, yang terjadi justru diskonektivitas.

Kelima, creat community. Internet menyerukan satu pesan tandas: tidak ada bisnis yang sukses karena mengeksklusifkan dirinya dalam silo-silo (tembok-tembok pembatas). Bisnis yang sukses saat ini harus bisa keluar untuk bergabung dengan komunitas-komunitas pelanggan. Bisnis membutuhkan komunitas, khususnya komunitas pelanggan masing-masing. Di era New Wave Marketing, komunitisasi ini merupakan cara baru merek dalam mengelola segmentasinya. 

Keenam, exude confidence. Dalam proses branding, keyakinan dan tampil percaya diri itu penting. Karena ini menjadi tolok ukur pertama bahwa branding akan sukses. Bagaimana akan sukses kalau dari para pengelolanya saja tidak yakin dengan apa yang dilakukan?  Untuk membangun keyakinan ini, pebinis bisa memulai dengan mengutamakan kompetensinya. Kompetensi inilah yang harus ditonjolkan agar  masyarakat konsumen pun juga makin yakin akan posisi merek tersebut.

Ketujuh, be congruent. Bisnis dan merek harus bisa dikelola secara kongruen. Artinya, baik bisnis maupun merek senantiasa mempromosikan pesan yang sama. Misalnya, bila merek Anda sangat concern pada kehidupan anak-anak, bisnis Anda tidak perlu mensponsori aktivasi yang tidak ada kaitannya kehidupan anak-anak. Misalnya, mensponspori program-program orang dewasa. Inkonsistensi bisa membingungkan pasar yang ditarget. 

Kedelapan, be consistent. Pastikan produk dan jasa bisa tersampaikan kepada target audiens secara konsisten.  Ingat, reputasi merek dibangun bertahun-tahun, tapi bisa hancur karena kesalahan sekecil dalam sekejap.

Kesembilan, create clout. Lakukan segala hal dengan komptensi Anda untuk memberikan pengaruh pada merek. Bila perlu, Anda mengundang tokoh publik dan selebriti untuk menjadi endorser merek Anda. Namun, Anda harus selektif dalam memilih tokoh tersebut agar tidak kontraproduktif terhadap merek Anda.

Tips 6 Langkah Menjadi Mentor


Aku sudah mentoring orang dan mencari mentoring sendiri selama 12 tahun terakhir ini, terutama karena aku telah memutuskan bahwa mentoring tidak benar-benar kegiatan opsional dalam bisnis. 

Orang memiliki keinginan bawaan untuk menyampaikan apa yang mereka ketahui. Ini hampir seperti pengetahuan menumpuk di kepala Anda dan kebutuhan untuk menemukan host baru, dan, tindakan berbagi memperkuat apa yang Anda ketahui.
Setiap pemain pemula atau pendatang baru pastinya membutuhkan sosok pembimbing yang biasa disebut mentor. 

Tetapi sosok yang penuh opsional dalam berbisnis ini selalu memiliki cerita yang berbeda-beda. Pada umumnya masing-masing orang punya kemampun untuk menjadi mentor yang disesusaikan dengan bawaan dirinya dalam menyampaikan apa yang diketahui. 

John Brandon dari Inc.com meluapkan pendapatnya dalam memaksimalkan keuntungan sebagai mentor. Berikut adalah 6 langkah untuk memaksimalkan keuntungan menjadi mentor.]

1. Jangan hanya mencari, jadilah seorang mentor.
Penting untuk memiliki mentor pribadi dalam berbisnis, dalam waktu yang bersamaan cobalah untuk menjadi mentor juga bagi orang lain. Ini artinya Anda dapat menerima dan memberi pada waktu yang bersamaan. Dalam pengalamannya menjadi mentor, John juga memiliki sosok yang ingin dibagikan ilmu. Sebagai contoh, John belajar bagaimana untuk menjadi lebih gigih dalam menjual dirinya disaat berkerja sebagai pekerja lepas.

2. Ajarkan apa yang Anda ketahui
Mungkin Anda berpikir belum layak menjadi seorang mentor sampai saat ini. Tapi ada pepatah dalam bahasa Inggris yang berbunyi "Write about what you know" yang berbalik menjadi "mentor about what you know." John pernah menjadi mentor untuk seorang penulis hanya lewa surat elektronik, pihak yang dimentori pun berkembang pesat. Mentor yang baik siap membantu dalam konflik, hanya sekedar untuk meberikan saran berdasarkan pengalam pribadi. Tujuannya adalah untuk memberikat nasihat dan melihat yang bisa dipelajari dari masalah tersebut untuk menambah pengetahuan. Mentor tidak harus bersertifikat, cukup dengan kesediaanya dalam berbagi apa yang dibutuhkan.

3. Hindari jebakan menjadi seorang pengendali.
Di masa mudanya, John mengakui kesalahannya sebagai mentor yang bersikap mengendalikan orang lain. Disaat seseorang membutuhkan sarang dari mentor, janganlah menyia-nyiakan kesempatan membantu orang lain  hingga merusak hubungan dengan orang yang dimentori. Pastikan motif dalam berbagi saran berjalan dengan murni, dan hanya ingin melihat orang lain ikut berkembang dan sukses.

4. Temukan mentor dengan alasan yang benar.
Mentor juga bisa melakukan kesalahan, terkadang untuk mendapat masukan gratis pun berujung jasa berbayar. Ada saja orang yang melakukan tipu muslihat lewat meminta sara. John pernah menemukan orang yang dimentorinya termakan ego, alhasil orang itu pun berbalik mempunyai motif curang untuk mencuri informasi. Tidak semua orang mempunya motif baik disaat mencari mentor. Hal ini penting untuk mengetahui terlebih dahulu motivasi seorang mentor dalam berbagi. Yaitu sama-sama belajar.

5. Gunakan waktu sebijak mungkin
Menjadi mentor membutuhkan waktu sesuai pengalaman pribadinya. John pernah bertemu dengan seseorang yang tertarik untuk menjadi mentor, dirinya pun berbagi apa yang ia dibagikan dalam menjadi seorang mentor. Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, orang tersebut menyatakan mulai kurang tertarik untuk menjadi seorang mentor. Mentor juga perlu mengamati karakter orang yang dimentori, dan memperhatikan pertanda-pertanda negatif dari pihak yang dibantu. Waktu yang telah dipersiapkan khusus pun akhirnya terbuang secara cuma-cuma.

6. Jangan menunggu lama
Jika saat ini Anda belum menjadi seorang mentor, cobalah untuk segera melakukan kegiatan mentor. Pelajaran yang didapat setiap hari membutuhkan mentor. Jika Anda baru memulai bisnis dan membutuhkan mentor, jangan menghabiskan waktu menunggu untuk mencari mentor. John membagikan slogan lamanya "Information wants to be free." Jadilah mentor untuk berbagi dan menerima informasi yang dicari.

Senin, 27 Januari 2014

Management : Inilah Ciri Kategori Kita sudah menjadi Pemimpin INOVATIF


Bapak manajemen modern, Peter Drucker, pernah menyatakan bahwa ada dua, dan hanya ada dua fungsi utama dari semua bisnis, yaitu pemasaran (bagaimana perusahaan mendapatkan segmen pasar yang mau menerima penawaran perusahaan) dan inovasi (bagaimana perusahaan selalu dinamis mengadaptasi penawarannya agar tetap relevan dengan kondisi pasar). Dengan demikian, jika pada hari ini suatu perusahaan berhasil mengidentifikasi segmen pasar yang tepat bagi produknya sehingga mendapatkan laba dari kegiatan pemasarannya, hal yang sama belum tentu akan dapat dipertahankan pada esok, lusa, atau di masa depan, jika perusahaan tersebut tidak melakukan inovasi.

CEO adalah pimpinan puncak perusahaan yang diharapkan menjadi lokomotif bagi penciptaan inovasi perusahaan. Untuk dapat menjadi lokomotif inovasi, seorang CEO tentunya juga harus memiliki DNA sebagai inovator. Bagaimana dia dapat mengawal proses inovasi jika secara karakter, dia tidak suka terhadap perubahan dan malahan cenderung menikmati status quo. Dari hasil penelitian selama enam tahun terhadap 25 CEO dan tokoh inovasi, 3.000 manajer puncak, dan 500 penemu produk baru, yang hasilnya dimuat diHarvard Business Review, Dyer, Gregersen, dan Christensen menemukan bahwa memang tidak semua CEO adalah inovator. Banyak CEO yang merasa bahwa kewajiban mereka adalah sebatas menyediakan fasilitas dan sistem sebagai enabler bagi terjadinya inovasi. Mereka mendelegasikan inovasi kepada para manajer dan stafnya.

Para CEO ini tidak berkontribusi langsung dalam proses penciptaan ide sebagai dasar inovasi. Sebaliknya, sebagian kecil perusahaan (15%) dalam sampel penelitian Dyer dan kawan-kawannya, memiliki CEO yang dapat dikategorikan sebagai inovator. Mereka tidak mendelegasikan proses penciptaan ide kepada orang lain. Dengan kata lain, mereka sendiri yang menjadi gudang ide-ide baru yang nantinya menjadi cikal bakal inovasi. Almarhum Steve Jobs tentunya termasuk golongan CEO yang seperti ini. Contoh lainnya adalah Herb Kelleher (Southwest Airlines), Pierre Omidyar (eBay), Michael Dell (Dell Computer), A.G. Lafley (P&G), dan beberapa tokoh lainnya.

Apa ciri utama dari para inovator ini? Mereka memiliki inteligensia tinggi dalam hal kreativitas (creative intelligence). Inteligensia ini memadukan kekuatan otak kiri dan otak kanan sehingga ide yang dikeluarkan tetap orisinal, tetapi pada saat yang sama juga tetap realistis. Dalam buku The Opposable Mind, Roger Martin—dia adalah Dekan Rothman Business School—menyatakan bahwa seorang inovator memiliki kapasitas di kepalanya untuk menampung dua ide yang sangat berseberangan (two diametrically opposing ideas). Mereka tidak takut untuk kelihatan “aneh” dengan ide-idenya, karena mereka sadar sepenuhnya bahwa inovasi yang radikal harus memiliki elemen kebaruan (novelty) dan juga unsur kejutan (surprise). Di samping inteligensia kreatif yang tinggi, para inovator ini ternyata memiliki lima keahlian khusus yang unik, yang membedakan mereka dari para manajer atau CEO yang lain. 

Keahlian pertama adalah kemampuan membuat asosiasi. Kemampuan ini berguna untuk menghubung-hubungkan hal yang tampaknya tidak berkait, menjadi saling berkait. Konon, ide-ide brilian mendiang Steve Jobs muncul dari obsesi dan ketertarikannya pada seni kaligrafi, aliran meditasi, dan kemewahan mobil Mercedes Benz. Ketiga hal yang tampaknya tidak berkaitan, tapi di dalam otak seorang Jobs, ketiga hal tersebut bercampur dan kemudian menelurkan ide-ide inovatif dalam produk yang diluncurkan Apple.

Keahlian kedua adalah kemampuan bertanya kritis. Drucker menyatakan bahwa hal yang sulit bukanlah menemukan jawaban yang tepat, tetapi menemukan pertanyaan yang tepat. Pertanyaan yang tepat sifatnya provokatif, menolak status quo, dan menjangkau masa depan. Para CEO inovatif selalu bertanya apakah ada cara baru dalam membuat produk, teknologi baru untuk melakukan distribusi, pasar baru yang belum tercipta, mengapa kita melakukannya seperti ini, pihak mana yang harusnya diajak kerja sama, dan banyak lagi pertanyaan mendasar lainnya. Omidyar (pendiri eBay) mengatakan bahwa di masa sekolahnya dia cenderung tidak disukai guru dan teman sekelasnya, karena dia selalu aktif bertanya dengan kritis, sehingga dia dianggap “memojokkan” guru dan teman sekelasnya.

Keahlian ketiga dan keempat adalah kemampuan mengobservasi lingkungan dan kemampuan melakukan eksperimen. Para CEO inovatif selalu mengamati apa yang terjadi di lapangan dan di kehidupan sehari-hari, kemudian bereksperimen untuk melihat kemungkinan-kemungkinan. Dari observasi dan eksperimen ini muncul ide-ide untuk melakukan sesuatu yang baru untuk memenuhi kebutuhan di lapangan atau membantu orang menjalankan tugasnya sehari-hari.

Keahlian yang kelima adalah kemampuan membuat jejaring (networking). CEO inovatif aktif bertemu dengan orang-orang di luar perusahaan dan bahkan di luar industrinya. Dari hasil interaksi dengan berbagai kalangan ini, akan muncul ide-ide kreatif yang bisa jadi tidak terpikirkan jika mereka hanya nyaman bergaul dengan orang di dalam perusahaan atau hanya para pelaku di industri yang sejenis. Michael Lazaridis (Research in Motion) mendapatkan ide untuk menciptakan BlackBerry ketika menghadiri seminar sistem transfer data nirkabel untuk mesin vending milik Coca Cola.

Setelah mengetahui pentingnya peranan CEO dalam inovasi, kita tentunya berharap para CEO di Indonesia—khususnya perusahaan nasional dan BUMN—dapat menjadi lokomotif inovasi di perusahaannya masing-masing. Jika dunia di belahan Barat saja—yang masyarakatnya lebih ekspresif dan terbuka terhadap hal-hal baru dan power distance yang relatif rendah—tetap membutuhkan peranan CEO yang inovatif, apalagi perusahaan di Indonesia dengan budaya yang lebih patriarkis, power distance yang tinggi, dan masyarakatnya membutuhkan figur panutan (role model). Kebutuhan terhadap CEO inovatif di perusahaan Indonesia menjadi sangat relevan.

Benarkah KAYA membuat kita Bahagia ..... ?

Kekayaan dan kebahagiaan tidak sesederhana yang kita bayangkan
Ada sebuah contoh nyata yang terkait hal ini, yakni kepada Evan Spiegel, CEO muda Snapchat. Snapchat sendiri adalah sebuah aplikasi yang memperbolehkan Anda memfoto apapun kemudian mengirimkannya ke teman-teman Anda hanya untuk dilihat sekilas saja.

Spiegel mendapatkan tawaran dari Facebook untuk akuisisi Snapchat senilai 3 miliar US Dollar atau setara dengan 36,7 Triliun Rupiah dan ia menolak tawaran itu. Orang-orang yang mengetahui hal ini mengatakan bahwa Spiegel gila. Namun jika kita melihat latar belakang Spiegel, banyak orang dari industri teknologi mengerti akan situasinya dan menghargai keputusan Spiegel itu.

Spiegel sendiri datang dari keluarga yang kaya. Ayahnya tinggal di salah satu komplek paling mahal di Los Angeles dan Spiegel sendiri juga dapat menjual beberapa sahamnya di Snapchat untuk jutaan US Dollar. Jadi kenyataannya, Spiegel bukan mengatakan "tidak" ke kekayaan namun ia memang sudah kaya "dua kali." Lalu apa hasil dari kekayaannya itu? Itu hanya secara sederhana memberikan dirinya kesempatan menjalankan perusahaan global dengan resiko kecil dan beban pikiran yang ringan.

Dari sini kita mengetahui bahwa hubungan kekayaan dan kebahagiaan itu tidak semudah yang kita bayangkan. Berikut ini adalah bagaimana para orang kaya mendeskripsikan hubungan tersebut. Semua sumber ini didapat dari pembicaraan mereka di Quora. Perlu diketahui semua gambar di bawah hanyalah gambar ilustrasi dan bukan foto dari orang terkait.

Lawrence Sinclair - Uang tidak membuat Anda bahagia, hubungan sesamalah yang memberikannya.

Lawrence Sinclair pernah bekerja menjadi ahli ekonomi selama beberapa tahun dan ia tumbuh besar di lingkungan para diplomat dengan kekayaan yang dapat dibilang melebihi banyak orang.

Sinclair mengatakan bahwa dirinya tidak percaya akan argumen hedonistik mengenai kekayaan. Ia mengatakan bahwa semaki banyak uang yang Anda miliki maka akan semakin banyak uang yang dibutuhkan agar Anda mencapai tingkat kekayaan tertentu. Kekayaan datang dari relasi Anda dengan sesama dan kualitas hubungan tersebut. Ia meragukan bahwa para ahli ekonomi saja pasti kesulitan untuk menggambarkan secara tepat hubungan kekayaan dan kebahagiaan.



Rick Webb - Sesudah Anda kaya, Anda akan menerimanya begitu saja, seperti Anda menerima orang tua Anda dari lahir.
Rick Webb mendeskripsikan dirinya sebagai baru saja merasakan kekayaan dimana jika digambarkan ia dapat berada sekitar 0.5% orang terkaya dunia dimana seakan-akan ia sudah tidak perlu bekerja lagi.

Webb mengatakan bahwa menjadi kaya terasa seperti itu adalah keberuntungan Anda dalam hidup. Seakan-akan seperti seseorang mempunyai anak yang cantik dari kekasih yang mengagumkan atau orang tua yang luar biasa. Bagi dirinya, ia mengatakan bahwa sampai sekarang ia belum menemukan bagaimana kekayaan dapat membuat dirinya bahagia.



James Altucher - Mempunyai banyak uang membuat diri Anda menginginkan lebih.
James Altucher mengatakan dirinya telah mengalami berbagai naik turun yang cukup ekstrim dalam 20 tahun belakangan dan ia mengenal beberapa kenalan akan orang-orang kaya yang mendeskripsikan diri mereka sebagai "merasa aman dan tidak dapat disentuh." Salah satu orang yang mengatakan hal ini tiba-tiba terkena kanker dan setelah bertahun-tahun melawan kanker ia bunuh diri dengan menembak dirinya.

Altucher sendiri mendeskripsikan kekayaan sebagai perasaan kekurangan. Ia berpikir bahwa jika dirinya dapat menghasilkan 10 juta US Dollar atau sekitar 122 Miliar Rupiah dengan mudah maka orang lain mungkin sudah memiliki 11 Juta US Dollar atau sekitar 134 Miliar Rupiah. Dirinya merasa miskin lagi dan ia berpikir membutuhkan lebih banyak lagi untuk kaya.


Mona Nomura - Saat orang kaya mendekati ajalnya, mereka tidak bangga akan kekayaan mereka dan menyesali banyak hal.
 Mona Nomura terlahir dalam keluarga yang kaya dimana ia sendiri tidak menyadari kelebihannya itu hingga saat ia masuk ke dalam sekolah negeri dan menjadi lebih dewasa. Saat ia masuk ke sekolah negeri, dirinya sangatlah berbeda dibandingkan teman-temannya yang lebih berkekurangan. Oleh karena itu ia berbohong agar dapat berbaur dengan teman-teman sekolahnya yang keluarganya tidak seberuntung dirinya.

Singkat cerita, orang tuanya bercerai dan ibunya yang mencapai kekayaan setelah sukses dari bawah menderita kanker stadium 4. Ibunya menghabiskan sisa-sisa waktunya menyesali berbagai keputusan yang telah ia ambil dan menyalahkan dirinya akan hal itu. Dalam diari ibunya, ia menyebutkan bahwa betapa tidak bersyukurnya akan berbagia hal dan berbohong akan menyadari bahwa kebahagiaan tidak ada dalam kelebihan materi.


Anonimus - Menjadi kaya membuat diri Anda berpikir Anda lebih pintar dan lebih baik dibandingkan orang-orang lain di dunia, dan itu membuat diri Anda merasa baik
Seorang anonimus di Quora mengatakan telah merasakan naik turun saat umurnya memasuki kepala 2 dan sebelum berkepala 3 telah menghasilkan 10 Juta US Dollar atau sekitar 122 Miliar Rupiah.

Pada awalnya ia merasakan kesenangan akan hal itu namun sekarang itu sudah menjadi biasa dan ia merasa yang membuat dirinya merasa kaya adalah anak-anaknya. Selain itu, ia mengatakan keuntungan lainnya adalah merasa senang telah menghasilkan uang banyak dan melihat orang lain di dunia lebih rendah, Anda dapat keluar dari sistem yang sudah ada dan uanglah yang memberikan Anda hal itu.


Igor Atakhanov - Terkadang Anda berpikir bahwa Anda adalah Tuhan
Igor Atakhanov tumbuh besar dalam keluarga yang kaya sejak lama dan hidup dalam kehidupan dimana merendahkan orang lain saat dirinya kecil. Saat masih kecil, ia mengatakan ke anak-anak lainnya bahwa dirinya memang Tuhan. Ini karena ia diperlakukan begitu dalam keluarganya.

Walaupun perasaan ini telah ditinggalkannya seiring ia bertumbuh dewasa, tidak bagi ayahnya. Ayahnya akan memberitahukan dirinya bahwa mereka terlahir berdarah biru (bangsawan). Namun Atakhanov sendiri melihat ayahnya sebagai salah satu orang paling kasihan yang pernah dikenalnya karena ayahnya akan sering duduk di ruangannya dengan depresi konstan.


Josh Kerr - Menjadi kaya membuat resiko kehidupan berkurang
Josh Kerr pernah menjadi eksekutif 3 startup dan merupakan seorang investor. Ia mendeskripsikan kekayaan membuat resiko dalam kehidupan berkurang. Jika ia sakit, ia akan pergi ke dokter terbaik. Jika ia ingin melakukan investasi properti, ia berani melakukan investasi karena kerugian tidak akan berpengaruh terhadap dirinya. Ia dapat mempunyai 5 anak dan ia tahu kelima-limanya akan masuk kuliah.

Dengan menjadi kaya, Kerr dapat berani dalam pekerjaannya dan mengambil keputusan atas berbagai keputusan yang tidak dapat diambil orang lain. Itu juga berarti ia berani terhadap atasnnya dan atasannya akan berpikir bahwa ia kandidat yang lebih. Ini semua karena ia memiliki uang sebagai tempat bersandar walaupun jika ia dipecat.