Rabu, 28 November 2012

5 Cara  Belanja Pintar

img
Shop 'till you drop, istilah ini mungkin sering Anda dengar dalam kehidupan wanita modern masa kini. Padahal sebenarnya kebiasaan ini bukanlah merupakan kebiasaan yang baik untuk dilakukan karena meninggalkan masalah yang baru, yakni menumpuknya tagihan kartu kredit.

Belanja sepuasnya mungkin terdengar sebagai salah satu alternatif penghilang stress yang baik. Namun filosofi ini membuat Anda didera bencana finansial. Semua hal yang dipajang pada etalase toko memang menarik, dan memikat kita, untuk mengeluarkan uang yang telah didapat dengan susah payah agar membelinya. Namun, semua itu kembali lagi kepada Anda apakah cukup aware dan cermat, sehingga terhindar dari jebakan tersebut. Berikut adalah tips bagaimana untuk menjadi pembeli yang bijak seperti dikutip dari situs Mag for Women.

1. Menolak Godaan 'Diskon'
Jangan selalu pergi berbelanja pada saat Anda mendengar kata sale atau diskon. Berbelanjalah ketika benar-benar dibutuhkan ataupun ketika barang yang sedang diskon tersebut benar-benar barang yang layak untuk dibeli. Itu barulah merupakan hal yang bijak dalam berbelanja. Jangan berbelanja hanya karena barang yang ditawarkan sedang diskon, sebab itu bukanlah strategi berbelanja yang baik. Jangan sekali-kali membeli benda yang tidak Anda butuhkan.

2. Keluar dari Lingkaran 'Beli 3 Gratis 1'
Jika Anda ingin membeli satu buah kemeja bermerek, namun menjumpai tulisan 'Beli 3 dengan Harga 2' ataupun 'Beli 3 Gratis 1', jangan membelinya. Sebab jika membelinya, Anda akan terjebak dan akhirnya membeli lebih banyak dibandingkan harga produk yang gratis, dimana Anda juga belum tentu membutuhkan dalam jumlah yang banyak.

3. Jebakan Kartu Kredit
Memiliki kartu kredit merupakan hal yang cukup membuat nyaman. Namun, sebenarnya memiliki kartu kredit membuat pemakainya menghabiskan uang lebih banyak. Setiap kali melihat perhiasan ataupun dress yang cantik dengan harga yang tidak terjangkau, Anda akan tergiur dan berkeinginan untuk menggunakan kartu kredit. Cukup satu kali gesekan, maka barang yang diinginkan menjadi milik Anda.

Tetapi ingatlah hutang yang harus dibayarkan kemudian. Apalagi jika Anda termasuk orang yang tidak cukup disiplin, hutang akan menumpuk dan akhirnya membebani Anda.

4. Buatlah Catatan Belanja
Dengan membuat list barang yang akan dibeli dan fokus terhadap daftar catatan belanja, Anda dapat berbelanja dengan cermat dan hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan.

5. Budget Mingguan atau Bulanan
Memiliki anggaran belanja membuat Anda memiliki tujuan, dan arah yang jelas dalam berbelanja. Hal ini membuat Anda menjadi lebih disiplin dalam mengeluarkan uang dan berbelanja sesuai kebutuhan.

Dengan berbelanja secara cermat, Anda akan memiliki hidup yang lebih bahagia dan sejahtera dengan kondisi finansial yanng lebih baik. Maka dari itu ikuti tips berbelanja ini dengan bijak. Good Luck!

Brand  Monitoring

 

Coba Anda ingat-ingat, dulu ketika Anda mengikuti lomba cerdas cermat, Anda diminta si pembaca soal untuk buka mata dan pasang telinga baik-baik agar soal yang dibacakan diterima dengan jelas. Pemasar pun wajib seperti itu. Apa jadinya kalau pemasar tidak perhatian pada mereknya, pasti merek tersebut seperti anak yang busung lapar; kurus karena tak terurus, dan omong kosong untuk dapat  mencapai puncaknya.

Itulah sekelumit gambaran mengenai brand monitoring. Intinya, brand monitoring adalah langkah pengawasan atas tindak-tanduk sebuah merek yang sedang kita pasarkan. Dan brand monitoring hukumnya wajib diterapkan demi menjaga kelangsungan merek kita, apalagi merek itu berada di pasar yang sangat ketat persaingannya.

Tapi, harus diakui, melakukan brand monitoring saat ini jauh lebih rumit ketimbang di masa satu-dua dekade sebelumnya. Alasannya, pertama, karena peta persaingan semakin ketat. Kedua, media penyampai pesan dari era sebelumnya hanya televisi, radio, dan surat kabar. Kini sudah diubah oleh kehadiran internet yang sangat agresif. Apalagi, internet bukan media biasa karena sifat komunikasinya dua arah.

Banyak merek yang sebelumnya tidak muncul ke permukaan tiba-tiba menjadi besar akibat internet. Produk-produk usaha kecil menengah, industri kreatif, dan waralaba, belakangan ini tumbuh signifikan berkat internet. Hal tersebut didasarkan pada fakta bahwa mempromosikan merek melalui dunia maya lebih efisien jika dibandingkan dengan lewat media konvensional. Walaupun sebenarnya efektivitas memasarkan merek di dunia maya sangat tergantung pada karakteristik produk dan pasar sasarannya.
Silakan membuka Facebook, Twitter, Multiply, dan situs-situs jejaring sosial lainnya, juga blog. Anda akan dengan mudah menemukan merek-merek terkenal terpampang di situ. Centro Department Store, misalnya, aktif menggunakan Facebook untuk menginformasikan semua kegiatannya.
Optik Melawai memanfaatkan Facebook sebagai media promosi mereka. Ritel kacamata itu tampak serius menjadikan Facebook sebagai alat komunikasinya. “Anak Uya namanya Cinta. Dia suka main sulap. Kalo mau cari kacamata, @optikmelawai yang paling mantap!” begitu salah satu statusnya. Kemudian, seorang penggemar menimpali, “Petik dawai tembang meratap…. Optik Melawai emang muantapp.”

Tapi jangan salah, karena komunikasi dua arah, Facebook dan rival-rivalnya itu bisa juga menjadi bumerang bagi sebuah merek. Bagaimana kalau penggemar Facebook menulis komentar miring mengenai merek Anda? Anda tak bisa melarang, kecuali dengan menunjukkan bahwa merek Anda benar-benar bagus luar-dalam, memuaskan pelanggan, dan tak memiliki cacat sedikit pun.
Jadi, di masa sekarang, brand monitoring perlu lebih diintensifkan mengingat merek Anda akan mendapat serangan dari mana-mana. Merek Anda dekat dengan kemenangan, tapi sekaligus dekat dengan ancaman dari kompetitor dan konsumen sendiri. Kebebasan bersuara itu bagus, tapi mengandung kejelekan di sisi yang lain. Sekali konsumen mengetik kata “tidak” untuk produk Anda, Anda akan dibuat susah berhari-hari—bahkan berbulan-bulan, karena dalam hitungan detik, satu pesan itu bisa tersebar ke seluruh pelanggan merek Anda.
Namun, apabila Anda aktif memonitor merek Anda—baik dari sisi produk, harga, distribusi, promosi, dan lain-lain—secara berkesinambungan, merek Anda akan lebih siap bertempur. Tapi, itu saja tidak cukup. Anda juga harus memantau pergerakan merek-merek kompetitor. Gampangnya begini, lihatlah merek Anda dan pantau merek kompetitornya. Ingat, kelengahan Anda merupakan malapetaka bagi merek Anda.


Banyak Contoh
Banyak kasus yang dapat dijadikan contoh bahwa sebuah merek akhirnya harus terlangkahi posisinya oleh kompetitor karena pemasar terlena (pemasar tak memantau langkah-langkah lawannya). Mitsubishi bertahun-tahun “duduk manis” di posisi kedua setelah Toyota. Tapi, setelah Daihatsu melancarkan serangan yang pasti tanpa disadari kompetitor, Mitsubishi akhir-akhir ini harus tersingkir di urutan ketiga penjualan nasional. Daihatsu tergolong fenomenal karena telah melampaui banyak merek—selain Mitsubishi, ada Honda dan Suzuki—setelah merilis Xenia yang mirip Toyota Avanza dan Terios yang serupa Toyota Rush.

Merek lain, Nokia, saya yakin tidak pernah menyangka jika pangsa pasarnya akan tergerus begitu dalam oleh produk-produk Cina, termasuk juga BlackBerry. Semua orang mengakui bahwa Nokia cukup tangguh untuk dikalahkan oleh merek apa pun. Tapi kini, merek asal Finlandia itu sedang berupaya untuk sekadar mempertahankan pasarnya, bukan untuk menambah pangsa.

Jadi, awasi, awasi, dan awasi terus pertumbuhan merek Anda, juga merek kompetitor, demi kedigdayaannya ke depan. Ingat, kesalahan melakukan brand monitoring—apalagi meniadakannya—merupakan penyimpangan fatal yang tak bisa dimaafkan. Mempertahankan posisi lebih susah ketimbang menciptakan merek yang baru. Lihatlah, serangan datang dari mana-mana.

Mengubah  ke  “Market Oriented”


Pola bisnis yang bersifat product oriented, yakni dimana keunggulan bersaing selalu berumber pada keunggulan produk akan sulit mengajak kolega untuk berorientasi kepada pasar (marketing oriented). Secara garis besar pada perusahaan yang ingin beralih dari product oriented menjadi market oriented, ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan.

Pertama, selalu berpikir mulai dari pasar sasaran. Jadi, bukan diawali dengan produk yang ada dan baru berpikir untuk siapa produk ini. Pasar sasaran memang sebaiknya dipelajari terlebih dahulu untuk mengurangi risiko kesalahan. Analisis pasar, termasuk analisis pasar sasaran, tidak selalu memerlukan biaya yang tinggi.
Untuk perusahaan skala kecil, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, misalnya melakukan observasi dan berbicara langsung dengan konsumen dan calon konsumen yang potensial untuk digarap. Cara murah: kunjungi langsung mereka dan lakukan indepth interview secara kuantitatif untuk mendapatkan masukan tentang berbagai hal termasuk opini, sikap, perilaku, dan persepsi konsumen. Data ini sangat kaya memberikan masukan berarti untuk penyusunan strategi pemasaran yang diperlukan.

Aspek kedua yang perlu diperhatikan adalah melakukan improvement terhadap konsep produk jika diperlukan untuk memenuhi spesifikasi yang diinginkan konsumen berdasarkan hasil survei tersebut di atas. Dengan demikian, bagian pemasaran perlu berkomunikasi intensif dengan bagian R & D, produksi, keuangan, dan bagian-bagian terkait. Proses komunikasi ini secara gradual akan mengubah pola berpikir dari semua departemen bahwa konsumen adalah stakeholder utama. Pola berpikir sangatlah tergantung dari budaya perusahaan yang diciptakan oleh top management.
Oleh sebab itu, aspek ketiga yang perlu diperhatikan adalah mengubah top management attitude dan budaya perusahaan dari orientasi produk ke pasar. Mungkin ada keengganan diawal karena mereka merasa sudah berhasil hanya dengan melakukan product oriented seperti sekarang. Dengan mengundang pihak luar untuk berbicara dan melakukan kampanye di perusahaan, diharapkan ada keterbukaan pihak manajemen untuk berubah.

Keempat, lakukan benchmarking terus-menerus. Jika tidak market oriented, paling tidak sudah bisa mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sendiri dibanding pesaing. Kemudian melakukan perbaikan kelemahan-kelemahan untuk mencapai keunggulan. Hati-hati menerapkan hal ini, jangan sampai terjebak menjadi competitor oriented dan bukan market oriented karena kalau competitor oriented dampak pengambilan keputusannya bisa berakibat perang harga. Jadi, fokusnya di harga, bukan di produk lagi atau di pelanggan. Market oriented mengandung dua hal, yakni orientasi pada persaingan bukan pesaing dan orientasi kepada pelanggan (customer oriented)

Ide Banyak, Eksekusi Nol

“Kami melahirkan ide-ide setiap melakukan brainstorming, tetapi kemudian sulit untuk membuat ide ini sebagai suatu strategi yang nyata”. Atau komentar seperti berikut: “Perusahaan kami banyak melahirkan ide-ide yang radikal.

Problemnya, setelah sekian lama, hampir tidak ada ide yang dapat diwujudkan”. Apa yang menjadi problem mereka sehingga hanya berhenti menjadi pengumpul ide?
Saya yakin, ada dua langkah besar yang belum dilalui dengan mulus oleh perusahaan-perusahaan ini. Pertama, perusahaan atau top manajemen gagal membuat ide tersebut menjadi suatu strategi yang jelas dan fokus. Kedua, perusahaan tidak memiliki leader yang tepat untuk mengeksekusi gagasan besar. Perusahaan tidak memiliki leader yang berani mengambil risiko dan memiliki komitmen untuk mewujudkan ide-ide besar ini.


Kegagalan Ide
Kegagalan membuat ide besar menjadi strategi bisa bersumber dari beberapa hal. Yang paling klasik adalah karena perusahaan tidak mempersiapkan kemampuan atau kompetensi untuk mengeksekusi strategi. Mereka tidak memiliki teknologi dan sistem yang dapat mengubah ide menjadi kesempatan atau karena kualitas manusia yang tidak memadai.

Teknologi biasanya disebut dengan “hard competencies” dan kualitas manusia disebut dengan “soft competencies”. Mari kita lihat contoh sederhana untuk dua industri yang berbeda: yang pertama, industri makanan/minuman; dan kedua, industri perbankan.

Bagi sebuah perusahaan makanan dan minuman, meluncurkan produk baru adalah hal yang sangat penting untuk menggantikan produk lama yang sudah memasuki tahap kematian dalam siklus. Perusahaan yang jarang meluncurkan produk baru tidak akan mampu bersaing dalam jangka panjang. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengembangkan kemampuan R&D-nya.
Saya sungguh yakin, dari pengalaman menjadi konsultan banyak perusahaan yang bergerak di industri makanan dan minuman ini selama 15 tahun, hanya perusahaan dengan kemampuan R&D yang kuat, akan bertahan dalam jangka panjang. Dalam industri ini, produk berkualitas—termasuk kualitas rasa dan tekstur—sudah menyelesaikan 50% pekerjaan dari divisi marketing. Good product is good marketing.

Sering kali, bagian pemasaran kemudian punya segudang ide. Mereka ingin meluncurkan vitamin generasi baru! Ingin membuat minuman yang lebih stabil! Ingin membuat biskuit yang lebih renyah! Ingin membuat kemasan baru dan sebagainya. Wow! Banyak ide. Kemudian, semuanya ini tidak terwujud. Sederhana, perusahaan tidak memiliki kompetensi. Mereka tidak membangun R & D yang kuat. Mereka tidak memiliki teknologi yang diperlukan atau tidak memiliki tenaga periset yang berkualitas.

Dalam hal teknologi, bukan berarti perusahaan harus melakukan investasi. Mereka memiliki pilihan untuk membangun sendiri atau membeli lisensi. Tetapi, semuanya ini membutuhkan kualitas sumber daya manusia yang memadai.
Inilah yang sering terjadi di perusahaan makanan minuman skala kecil dan menengah. Mereka tidak mampu melihat strategi yang menjadi kunci sukses dari industrinya. Mereka tidak mampu membangun kompetensi yang memadai. Pada akhirnya, cuma menjadi kolektor dari ide-ide besar.
Dalam industri perbankan, salah satu kunci sukses adalah kemampuan perbankan membangun channel delivery. Nasabah menginginkan pelayanan yang semakin cepat dan semakin nyaman.
Sebuah bank bisa memiliki puluhan ide besar untuk membuat produk atau layanan yang semakin cepat dan menyenangkan nasabahnya. Misalnya bagaimana kalau kita dapat melayani pembukaan rekening secara online, bagaimana kita bisa mengatasi komplain pelanggan dalam tempo dua jam, bagaimana kita dapat bertransaksi antarbank melalui SMS banking, dan segudang ide lainnya.

Bisa dibayangkan, ide-ide besar ini akan berhenti bila bank tidak mampu melihat strategi besar sebagai kunci sukses dan membangun teknologi dan sistem dalam channel delivery. Tidak akan ada ide yang kemudian mampu terwujud menjadi sebuah konsep layanan baru tanpa kompetensi seperti ini.
Bank yang sanggup menangkap ide dan menjadikan ide menjadi suatu gagasan strategi bila sudah memiliki kompetensi atau minimal punya kemampuan untuk membangun kompetensi dalam channel delivery. Inilah pentingnya memiliki top manajemen, baik CEO maupun CMO yang visioner, yang mampu membangun sebuah kompetensi untuk mengubah ide menjadi strategi besar perusahaan.
Hal kedua yang menjadi penghambat ide menjadi strategi yang siap dieksekusi adalah kemampuan ide tersebut untuk memberikan customer value. Ide dalam dunia bisnis bukanlah sekedar ide besar, ide gila atau ide-ide yang kelihatannya brilian.

Anda boleh punya ide besar dengan membuat sebuah obat tablet yang ukurannya hanya 10% dari yang sekarang sudah beredar. Problemnya, apakah ada konsumen yang menginginkan? Apakah ukuran yang kecil ini akan memberikan customer value atau justru menciptakan masalah baru bagi konsumen?

Sebuah ATM dapat diberikan fasilitas lagu. Jadi, saat nasabah menarik uang tunai, dia bisa mendengarkan lagu kegemarannya. Sepintas masuk akal. Nasabah akan merasa senang karena mendapatkan tambahan layanan.
Apakah nasabah benar-benar menginginkan? Bukankah mereka yang ke ATM biasanya tidak punya banyak waktu untuk menunggu? Bukankah nasabah yang mendengarkan lagu di depan ATM kemudian akan membuat antrian yang semakin panjang dan membuat nasabah lain merasa tidak puas? Sebuah ide yang masuk akal, tetapi belum tentu menciptakan customer value.

Sebuah ide atau gagasan tidak dapat menjadi strategi besar perusahaan juga karena tidak adanya ekosistem, terutama customer base, yang memadai. Tidak mengherankan, banyak perusahaan kecil yang memiliki segudang ide besar tidak mampu mewujudkan ide mereka. Penghambatnya sederhana, yaitu karena mereka tidak memiliki pasar untuk melempar produk yang akan diproduksi atau layanan yang diciptakan.

Pelanggan loyal yang berjumlah banyak adalah sebuah ekosistem yang paling efektif untuk menyerap gagasan besar. Sekali lagi, inilah bagian dari dimensi bahwa pelanggan adalah ekuitas bagi perusahaan yang sangat besar dan sering kali jauh melebihi dari aset yang tercantum dalam nilai buku perusahaan.

Teknologi Location Based Service (LBS) adalah teknologi masa mendatang yang melekat di industri seluler. Anda bisa melihat teknologi ini banyak dipakai dalam film James Bond terbaru, Quantum of Solace. Dengan teknologi ini, melacak seseorang atau benda yang bergerak bisa menjadi sangat mudah. Aplikasinya sangatlah luas. Ada puluhan ide besar yang bisa diciptakan oleh para operator seluler di masa mendatang.
Telkomsel, Telkom, Indosat, dan Excelcomindo sebagai operator terbesar, akan memiliki peluang lebih besar untuk menangkap peluang ini. Operator kecil, yang memiliki pelanggan tidak lebih dari satu juta, akan sulit mewujudkan gagasan ini.
Dengan penjelasan di atas, Anda mudah menyadari mengapa ratusan ide akhirnya sulit diwujudkan. Mereka tersandung saat ide besar ini akan diwujudkan menjadi strategi besar. Strategi besar tidak dapat diartikulasikan karena perusahaan tidak memiliki kompetensi, tidak ada potensi untuk menjadi customer value atau tidak adanya pasar yang cukup untuk menyerap produk dari gagasan besar tersebut.
Tidak mengherankan, bagi perusahaan kecil, mewujudkan gagasan besar menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Mereka menghadapi batu besar yang siap untuk memfilter ide-ide yang sudah dilontarkan.

Bagi perusahaan kecil, pilihannya ada dua. Pertama, mereka tetap berpikir besar. Perusahaan ini perlu menjalin hubungan kemitraan (networking) dengan sumber-sumber yang dapat membantu mereka untuk mewujudkan ide-ide besar. Strategi seperti co-branding atau berbagai bentuk aliansi dapat menjadi model yang tepat bagi terwujudnya sebuah ide besar.
Pilihan kedua adalah dengan membatasi ide besar untuk pasar yang relatif spesifik. Dengan demikian, akan memudahkan mereka untuk membentuk kompetensi yang spesifik pula.



Peran Leader
Kegagalan atau keberhasilan ide untuk diubah menjadi strategi dan selanjutnya dapat dieksekusi berada di tangan para CEO dan jajaran direksinya. Tidak ada ide besar yang terwujud bila perusahaan tidak memiliki pimpinan yang memiliki “gut” dalam mengambil risiko. Para leader ini sadar bahwa sebuah gagasan besar pastilah memiliki risiko yang lebih besar pula. Walau demikian, mereka berani menjalaninya. Inilah ciri pertama dari leader yang mampu mewujudkan ide besar menjadi kenyataan.
Kedua, untuk meminimalkan risiko yang besar, para leader ini akan memiliki passion dan komitmen yang sangat tinggi. Mereka punya daya tahan tinggi untuk mencoba mewujudkan ide ini. Mereka akan terus memberi dukungan kepada tim agar bersama-sama membuat gagasan itu terwujud. Leader akan sangat menjiwai dan menguasai banyak detail dari strategi dan eksekusi dari ide besar.
Inilah dua ciri dari leader yang sangat krikal untuk mewujudkan ide-ide besar di sebuah perusahaan. Walaupun tampak sederhana, ternyata tidak mudah menjumpai leader yang memiliki hal ini. Sebagian besar leader hanya memiliki salah satu ciri atau bahkan tidak keduanya.
Banyak leader yang memilih mencari posisi yang sudah mapan atau lebih memilih melakukan hal-hal yang sudah terbukti memberikan hasil. Semoga di tahun 2009 dan tahun-tahun mendatang, kita akan melihat lebih banyak leader yang siap mewujudkan ide besar menjadi sebuah produk atau layanan yang memberi hasil spektakuler.

Jadilah Top 10% di Bidang Anda...!







apapun profesi dan posisi Anda, tantangan ini tetap berlaku. Putuskan hari ini untuk menjadi TOP 10% dalam profesi Anda.

Tergantung situasi yang ada, menjadi TOP 10 % di bidang Anda bisa berarti:
  1. TOP 10% dalam cabang di mana Anda bekerja.
  2. TOP 10% di wilayah Anda (DKI, Jawa, Sumatera, dan lain-lain)
  3. TOP 10% di seluruh perusahaan Anda.
  4. TOP 10% di Indonesia.
  5. TOP 10% di Asia Tenggara.
  6. TOP 10% di Asia.
  7. TOP 10% di dunia!
Apa pun profesinya, Anda dapat MEMUTUSKAN dan MEMILIH untuk menjadi TOP 10%. Semua hal bermula dari sebuah KEPUTUSAN dan PILIHAN. Banyak orang sudah puas dengan menjadi rata-rata lalu mereka MENGELUH bahwa hidup mereka sangat rata-rata. Seperti kata Buddha, “Diri kita yang sekarang adalah hasil dari pikiran kita”.

Jadi, bila performance Anda rata-rata, bila pendapatan Anda rata-rata, hidup rata-rata, itu karena kita berpikir dan menerima untuk menjadi rata-rata. Banyak orang bahkan terlalu takut untuk berpikir bahwa mereka sebenarnya mampu untuk menjadi TOP 10%! Banyak orang bahkan tidak berani untuk bermimpi! Jadi untuk menghidupkan mimpi Anda, putuskan untuk menjadi TOP 10% di bidang Anda!

Inilah fakta lain yang dapat mendorong Anda berani menjadi TOP 10%. SEMUA ORANG yang menjadi TOP 10% di bidang mereka saat ini (tak peduli apakah dia  seorang agen properti, ahli bedah, dokter gigi, pelatih sepak bola, manajer, penyanyi, atau bahkan seorang diva) memulai karier mereka dari bawah.. Bahkan banyak dari mereka yang tidak berada di bidang yang sama sebelumnya ketika memulai karier! Jadi, apa pelajaran yang dapat diambil di sini?
  1. Menjadi TOP 10% di bidang Anda adalah PILIHAN.
  2. Menjadi TOP 10% di bidang Anda adalah PROSES.
  3. Menjadi TOP 10% di bidang Anda membutuhkan WAKTU.
  4. Bila mereka bisa melakukannya, begitu pula Anda! Dan ini adalah yang PALING PENTING dari keempat pelajaran ini.
Jadi, PUTUSKAN untuk menjadi TOP 10% di bidang Anda mulai hari ini!
Oke, mari kita anggap Anda tidak ingin lagi menjadi rata-rata dan sudah memutuskan untuk menjadi TOP 10% di bidang Anda. Lalu, apa yang terjadi?

Pada saat Anda MEMUTUSKAN untuk menjadi TOP 10% di bidang Anda, ada dua hal menakjubkan yang terjadi:
  1. Anda dengan segera merasa gembira dan bersemangat menantikan hari di mana Anda akan benar-benar menjadi TOP 10%! Ini sangat menggembirakan, ini menjanjikan suatu peluang, inilah kenyataan dan Anda sedang menuju ke sana! Ya, ini menyenangkan dan Anda tidak sabar menunggu hari itu tiba!
  2. Anda dengan segera merasa harus bergerak cepat. Anda tiba-tiba sadar, begitu banyak yang harus dipelajari dan begitu sedikit waktu yang tersedia. Anda mulai bertanya-tanya tentang bagaimana, apa, siapa, dan banyak lagi… Lagi-lagi ini menciptakan semangat baru… Wow, begitu banyak yang harus saya pelajari dan lakukan! Ini mendorong Anda bertindak.
  3. Anda mulai berpikir dengan cara lain. Ya, orang-orang bertujuan menjadi TOP 10% di bidang mereka berpikir secara berbeda dari orang-orang yang hanya ingin meningkatkan performance mereka sedikit demi sedikit.
  4. Anda akan melakukan hal-hal yang berbeda dibandingkan dengan bila hanya ingin meningkatkan performance sebanyak 40%. Mengapa? Karena tujuan dan cara berpikir Anda sekarang berbeda. Anda selalu mencari ide-ide baru, cara-cara baru melakukan sesuatu, orang baru yang bisa memberikan jawaban, buku-buku yang perlu dibaca, seminar-seminar yang harus dihadiri, serta ide-ide yang perlu diterapkan. Tindakan dan kehidupan Anda sekarang lebih bertujuan. Semua energi Anda sekarang lebih terfokus menuju sesuatu yang berarti.
Ya, Anda mulai berpikir dan bertindak secara berbeda.
Oke, mari kita bergerak ke arah yang lebih spesifik dan membahas apa yang SEHARUSNYA Anda lakukan untuk menjadi TOP 10% di bidang Anda. Berikut ini ada beberapa saran:


Langkah Pertama
Buatlah daftar alasan mengapa Anda ingin menjadi TOP 10% di bidang Anda. Jujurlah, bahwa perjalanan ini bakal menemui banyak rintangan. Anda nanti harus berkorban, mengambil risiko, mengalami ketidaknyamanan (karena keluar dari comfort zone) dan menghadapi beberapa kegagalan pada awalnya. Keluarga, pasangan, kerabat, dan teman-teman mungkin akan menurunkan semangat. Beberapa dari mereka mungkin menertawakan Anda, dan bahkan menyebut Anda “si konyol”. Jadi, buatlah daftar detil tentang MENGAPA Anda ingin menjadi TOP 10%. Dengan kata lain, pertama-tama Anda harus meyakinkan diri sendiri akan benefit yang diperoleh, dan harus meyakinkan diri sendiri bahwa usaha yang dikeluarkan bakal sepadan dengan hasilnya.
Anda akan memerlukan daftar itu nanti. Ketika perjalanan menjadi sulit, saat Anda mulai ragu dan bertanya: “Mengapa saya melakukan ini? Apakah sepadan dengan pengorbanan yang dikeluarkan?” Apabila Anda bimbang, segera ambil daftar alasan dan benefit tersebut; daftar itu akan mengingatkan dan memotivasi Anda kembali.
Jadi, buatlah daftar yang detil, mudah dimengerti, dan sejujur mungkin karena Anda akan memerlukannya nanti.


Langkah Kedua
Selanjutnya, buatlah daftar orang-orang yang SUDAH berada di TOP 10% di bidang yang sama dengan Anda. Siapakah mereka? Sewaktu mulai membuat daftar tersebut, Anda akan menyadari satu dari dua situasi di bawah ini:
Situasi 1
Anda mampu membuat daftar orang-orang TOP 10%. Dengan kata lain, kurang lebih Anda sudah tahu siapa saja mereka. Hal ini menunjukkan Anda sebenarnya sudah punya aspirasi untuk berada di sana, tapi belum melakukan usaha serius untuk mencapainya. Menjadi TOP 10% bukan di luar mimpi Anda. Kadang-kadang di masa silam, Anda sudah mempertimbangkan hal ini. Tapi, lantaran mengalami beberapa kegagalan, Anda berhenti “bermimpi” dan menjadi lebih “realistis”.
Biarkan saya mengajukan pertanyaan sederhana ini: “Apakah bekerja DI BAWAH kemampuan, hidup DI BAWAH potensi itu adalah “realistis”?” Bila dalam beberapa tahun terakhir ini Anda sudah bekerja dan terus-menerus menerima hasil DI BAWAH potensi, maka Anda sudah bersikap tidak adil pada diri sendiri (juga kepada keluarga)!
Situasi 2
Anda tidak mampu membuat daftar orang-orang yang berada di TOP 10%. Dengan kata lain, Anda tidak tahu siapa saja mereka. Bila ini situasinya, maka tidak heran jika Anda tidak sesukses yang seharusnya—Anda tidak punya panutan (role model). Tidak ada seorang pun yang bisa menjadi contoh atau  menginspirasi Anda. Anda tidak tahu harus bertanya pada siapa, dan tidak tahu seberapa jauh harus melangkah.
Bila ini situasi Anda, maka cepatlah mencari orang-orang yang berada di TOP 10% di bidang Anda. Di mana memulainya? Bertanyalah pada rekan-rekan kerja, manajer, direktur, bos, tanyakan pada orang-orang yang lebih senior dan lebih sukses dari Anda, periksa toko-toko buku dan cari buku-bukunya, cari di internet, cari di jurnal-jurnal, newsletter dan asosiasi industri Anda… Semua jawaban ada di sana. Anda hanya perlu mencarinya. “Cari dan Anda akan menemukan.”



Langkah Ketiga
Saat Anda mulai bertanya dan mencari orang-orang Top di bidang Anda, sesuatu yang positif otomatis akan muncul… Secara mengejutkan, Anda mulai mendapatkan jawaban. Anda mulai mendapatkan sejumlah nama. Orang-orang mulai memberitahu Anda mengenai siapa mereka, latar belakang, perjuangan, cerita sukses mereka, berapa kali mereka gagal, serta apa yang mereka lakukan untuk mengatasi rintangan. Anda mulai mengagumi mereka dan mulai mengerti apa yang dibutuhkan untuk menjadi TOP 10% dalam bidang Anda. Jadi,  temukanlah ide tentang apa yang harus dilakukan supaya Anda bisa mencapai posisi TOP 10%.
Lalu Anda mulai menemukan hal lain… Anda tahu bahwa SEMUA ORANG dari TOP 10% tersebut memulai karier dari BAWAH… Bahkan banyak di antara mereka tidak berada dalam bidang yang sama sewaktu memulai kariernya! Anda akan mempelajari lagi pelajaran yang telah saya ceritakan sebelumnya. Anda menyadari bahwa hal itu benar…
  1. Menjadi TOP 10% di bidang Anda adalah PILIHAN.
  2. Menjadi TOP 10% di bidang Anda adalah PROSES.
  3. Menjadi TOP 10% di bidang Anda membutuhkan WAKTU.
Lalu, Anda akan menyadari bahwa apa yang membuat mereka sukses adalah hal-hal yang sangat mungkin juga Anda lakukan. Sesuatu yang lebih menakjubkan lagi terjadi; Anda berkata pada diri sendiri, “Bila mereka bisa melakukannya, begitu pula saya…” Anda mulai terinspirasi!



Langkah Keempat
Begitu memiliki nama-nama orang Top tersebut, segera hubungi mereka, perkenalkan diri, beritahukan mereka bahwa Anda terinspirasi oleh kesuksesan mereka dan ingin mereka menjadi panutan—bahkan mentor Anda. Bila perlu, kirimkan mereka CV Anda dan penjelasan singkat tentang aspirasi, mimpi, dan mengapa Anda begitu terinspirasi oleh cerita sukses mereka, terutama tentang bagaimana mereka mengatasi masa-masa sulit sampai akhirnya mencapai sukses.
Bila orang ini dapat ditemui secara fisik (Anda bisa naik mobil, kereta, atau pesawat untuk menemui mereka), maka buatlah appointment untuk menemui dia secara personal.
Bila orang ini tidak dapat ditemui secara fisik, maka mintalah untuk belajar dari dia melalui telepon atau e-mail. Mintalah kesempatan untuk bertemu bila suatu hari dia berkunjung ke negara, kota, atau tempat Anda.
Dengan teknologi saat ini, semua orang bisa dihubungi. Jadi, Anda tidak punya alasan! Saya beritahukan satu rahasia lagi: semakin sukses seseorang, semakin senang ia membantu orang lain yang sungguh-sungguh mau belajar dan ingin sukses. Orang-orang sukses akan tersentuh oleh ketulusan dan kemauan Anda mengorbankan waktu dan uang hanya untuk belajar dan berkembang. Bila mereka melihat ketulusan dalam diri Anda, saya yakin, mereka akan memberikan bantuan dan nasihat lebih dari yang Anda harapkan! Percayalah!



Langkah Kelima
Oke, Anda sudah memperkenalkan diri dan mendapatkan appointment. Selamat! Sekarang Anda harus MEMPERSIAPKAN diri untuk pertemuan tersebut. Orang-orang sukses biasanya sangat sibuk, jadwalnya ketat, dan sangat menghargai waktu. Mereka tidak menghargai orang yang suka buang-buang waktu dengan mengobrol tanpa arah. Jadi, persiapkan diri. Anda cuma punya kesempatan satu kali untuk membuat kesan yang baik!
Berikut beberapa hal yang perlu Anda persiapkan:
1.    Persiapkan hadiah kecil untuk diberikan—jangan beli sesuatu yang mahal. Anda tidak ingin memojokkannya pada situasi di mana ia merasa WAJIB untuk menolong hanya karena menerima hadiah mahal. Jadi, belilah hadiah sekadar untuk mengucapkan, “Saya sangat menghargai waktu Anda untuk menemui saya.” Hadiah sederhana.
2.    Buat daftar pertanyaan yang ingin diajukan:
a. Mulai dengan gambaran luasnya, seperti:
  • Apa yang Anda lakukan sebelum Anda memulai profesi ini?
  • Bagaimana/mengapa Anda memulai profesi ini?
  • Hal-hal positif apa saja yang ada di profesi ini?
  • Hal-hal negatif apa saja yang ada di profesi ini?
  • Apa saja benefit menjadi TOP 10% di bidang ini?
  • Apa saja kerugian bila menjadi TOP 10% di bidang ini?
  • Apa saat tersulit dalam karier Anda?
  • Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi masa-masa sulit?
  • Apa saja momen-momen terbaik atau paling bahagia?
  • Nasihat apa saja yang dapat Anda berikan untuk orang seperti saya, yang ingin menjadi TOP 10% di bidang ini?
Perhatikan, semua pertanyaan ini bersifat terbuka (open-ended) supaya dia bisa menjelaskan dan memberitahukan pada Anda lebih banyak.
b.    Lanjutkan ke tahap pertanyaan yang lebih detil dan spesifik, seperti:
  • Saya punya masalah khusus (jelaskan masalah Anda). Bagaimana saran Anda untuk mengatasi masalah ini? Teknik apa yang harus saya gunakan? Di mana saya bisa belajar lebih banyak untuk mengatasi masalah tersebut?
  • Apa yang Anda perbuat bila berada pada situasi seperti ini… (jelaskan masalah dan situasinya)?
Perhatikan dua hal. Pertama, pertanyaannya masih bersifat terbuka. Kedua, Anda bertanya dan meminta nasihat, bukan jawaban. Anda harus mencari jawabannya sendiri. Anda tidak minta ikan; Anda minta bagaimana caranya memancing supaya nanti bisa mencari ikan sendiri. Anda tidak minta dibelikan lemari; Anda minta diajari cara menggunakan alat-alat supaya nanti bisa membuat lemari sendiri— bahkan meja dan kursi—tanpa harus mengganggunya sama sekali.
Biarkan saya memberi satu tip. Orang-orang sukses suka dan ingin membantu orang yang mau BELAJAR, bukan orang yang cuma mencari jawaban atau jalan pintas. Mereka bisa melihat perbedaannya. Jadi, sebaiknya perlihatkan pada mereka bahwa Anda ingin belajar, bukan hanya mencari jalan pintas.
c.    Selain mempersiapkan serangkaian pertanyaan, Anda juga harus mempersiapkan jawaban Anda sendiri! Setidaknya sediakan beberapa alasan, jawaban logis dan pintar, serta jawaban yang memotivasi bila dia mengajukan pertanyaan seperti berikut:
  • Mengapa Anda memilih saya?
  • Siapa saja yang Anda temui? Mengapa?
  • Mengapa Anda memilih profesi ini?
  • Mengapa Anda begitu menyukai profesi ini sehingga ingin menjadi TOP 10%? Mengapa bukan profesi lain?
  • Mengapa Anda ingin menjadi TOP 10% di bidang ini?
  • Seberapa banyak pengorbanan yang Anda siapkan untuk mencapai TOP 10%?
  • Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai posisi TOP 10% ini menurut Anda?
  • Apakah pendapat pasangan Anda tentang hal ini? Apakah ia mendukung Anda? Mengapa?



Langkah Keenam
Langkah ini benar-benar tergantung pada apa yang terjadi saat pertemuan. Bila pertemuan berjalan lancar, maka saya yakin Anda tahu persis apa yang harus dilakukan.
Bila pertemuan tersebut gagal, maka review-lah apa yang benar apa yang salah, lalu buat appointment untuk menemui orang Top selanjutnya di daftar Anda. Belajarlah dari pengalaman pertama sewaktu menemui orang berikutnya.
Tip selanjutnya… jangan langsung menemui si nomor satu. Temui orang yang berada di daftar paling bawah terlebih dulu, supaya Anda mendapatkan pengalaman belajar. Dengan begitu, setelah beberapa appointment, Anda kurang lebih sudah tahu bagaimana menghadapi pertemuan itu dan sudah siap bila tiba saatnya menemui “master” yang sesungguhnya.
Bagaimanapun, semua ini dimulai dari satu hal sederhana: “Putuskan untuk menjadi TOP 10% di bidang Anda hari ini.”

Fetisisme  Komoditas

***
Setelah IJ-EPA (Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement) berlaku dan secara bertahap—sejak tahun 2008 diterapkan, dampaknya mulai dirasakan oleh para pencinta mobil mewah buatan Jepang. Dampaknya adalah menurunnya harga jual beberapa jenis mobil mewah Jepang, baik untuk jenis MPV (multi purpose vehicle) maupun sedan di bawah 3000cc. Joko Trisanyoto, Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor, sudah mengatakan,“Untuk Toyota Alphard di bawah 3000cc, harga berkurang sekitar Rp 50 juta hingga Rp 80 juta per unit.” Dalam kerangka kerjasama IJ-EPA, ATPM (agen tunggal pemegang merek) mobil Jepang sudah mendapat pengurangan bea masuk impor secara bertahap. Sejak diratifikasi pada 1 Juli 2008, tarif bea masuk mobil mewah di atas 3000cc sudah turun dari 45% menjadi hanya 4%. Dan sejak 1 Januari 2012, kendaraan mewah di bawah 3000cc yang diimpor secara CBU (completely build up) tarif bea masuknya turun dari 40% menjadi 20%.

Di bawah bendera Lotteria, konglomerasi asal Korea, Lotte Holdings Co Ltd, menggandeng PT Mondial Risjad Fastana sebagai master franchise-nya untuk membuka bisnis gerai restoran cepat saji. Dengan berselancar di atas demam pop Korea, mereka berencana untuk mengkapitalisasi gemerlapnya tren atau mungkin fad ini. Dengan persiapan modal kerja sebesar US$ 20 juta mereka siap berekspansi di Indonesia. Targetnya 40–50 gerai restoran cepat saji hingga tahun 2015. Tahun ini, bakal ada 15 gerai di Jakarta, dengan biaya pembangunan per gerai sekitar Rp 3 miliar, dan target penjualan perbulan nantinya sekitar Rp 500 juta sampai Rp1 miliar. Presiden Direktur PT Mondial Risjad Fastana Handi Irawan yakin bahwa demam pop Korea dikombinasikan dengan menu restoran yang cocok dengan lidah masyarakat Asia akan menjadi keunggulan restoran cepat saji asal Korea ini. Ambisinya adalah menjadi restoran cepat saji terbesar ketiga di Indonesia pada tahun 2020. Diperkuat oleh sinyalemen Adhi Siswaja Lukman yang Ketua GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia), “Menurut World Bank, 135 juta penduduk Indonesia adalah kelas menengah dan generasi muda yang selalu ingin mencoba hal baru. Ini yang dilihat oleh waralaba asing, sehingga mereka mau masuk ke Indonesia.”

Sementara itu, di sektor produk electronic consumer goods, Panasonic lewat PT Panasonic Gobel Indonesia merasa optimistis pendapatannya bakal naik tahun ini sejalan dengan pertumbuhan pasar di Indonesia. Target pertumbuhannya dua digit (di atas 10%). Tahun lalu (2011) penjualannya tercatat Rp 5,2 triliun, dan itu adalah peningkatan 30% dibanding penjualan tahun sebelumnya (2010) yang sebesar Rp 4 triliun. Presiden Direktur PT Panasonic Gobel Indonesia Ichiro Suganuma menjustifikasi keyakinannya sebagai berikut,“Ke depan, pasar elektronik juga akan terus tumbuh karena ada kebijakan pemerintah yang menargetkan pada tahun 2020 seluruh wilayah Indonesia sudah dapat mengonsumsi listrik.”
***
Dalam argumentasinya dulu, Karl Marx mengatakan bahwa di dalam masyarakat dimana banyak produsen swasta independen berinisiatif untuk memperdagangkan produk-produknya satu sama lain, maka volume produksi dan aktivitasnya hanya bisa disesuaikan satu sama lain lewat fluktuasi nilai-nilai dari produk-produk tersebut tatkala dipertukarkan di pasar. Lalu,koeksistensi sosial mereka dan maknanya diekspresikan melalui aktivitas perdagangan dan transaksi yang terjadi di pasar. Di sini,setiap orang tidak punya relasi satu sama lain terkecuali untuk keperluan transaksi diantara mereka. Sehingga, relasi sosial mereka secara konstan dimediasi dan diekspresikan oleh benda-benda (komoditi dan uang). Dalam kelanjutannya terjadilah dominasi benda-benda dan objektifikasi dari nilai (theobjectivication of value).

Pemikiran ini dikembangkan lebih lanjut oleh Georg Lukacs, yang melihat bahwa reifikasi adalah kendala utama kesadaran kelas lantaran pertumbuhan kapitalisme telah mengonversi seluruh lapisan kehidupan manusia menjadi semata-mata “produk” yang bisa dipasarkan, bisa dibeli, dan bisa dijual. Maka bentuk komoditi (mengomodifikasi segalanya) menginvasi semua jenis kesadaran manusia. Lalu, Guy Debord maju lebih jauh dengan teori “societyof the spectacle” di mana relasi antar manusia dipandang sebagai relasi antar citraan (relations among images). Dengan tajam Debord menyindir, “The spectacle is the form taken by society once the instrument of cultural production have become wholly commoditized, and subject to commercial trade, so that aesthetic value becomes ruled by commercial value, and artistic expressionsare shaped by their ability to attract marketsales.” Sehingga dalam perkembangannya di kemudian hari, “…the whole sphere of personal consumption is reorganized according to commercial principles.” Bahkan,“…as in modern society even the deep estintimacies of inter-subjective and personal self relating become subject to commodification and are turned into separate ‘experiences’ which can be bought and sold as a ‘product’ for a price.” Maka, puncak dari alienasi manusia terjadi tatkala orang mulai memandang seluruh keberadaannya sebagai komoditas yang bisa dipasarkan, serta menganggap setiap interaksi antar manusia sebagai transaksi (potensi transaksi) belaka.
***
Sebagai pemasar dan sebagai konsumen, kita semua pertama-tama adalah manusia. Dalam peran sebagai aktor dalam panggung pemasaran kita masuk dalam skenario besar yang bisa saja mencabut hakekat kemanusiaan kita dari yang esensial untuk kemudian terjerembab terus ke yang aksidentalia terhadap totalitas kemanusiaan. Bahaya alienasi akibat fetisisme komoditas nampaknya sudah kronik dan semakin akut di blantika postmodern ini.

Personal Brand : Jual Dulu Diri Anda..!





Selalu ada dua faktor utama dalam komunikasi, yaitu PESAN dan si PEMBAWA PESAN. Kenyataannya, kebanyakan dari kita mau menerima pesan yang disampaikan hanya jika kita menghormati si pembawa pesan.

Prinsip sederhana ini juga sangat relevan ketika seorang penjual bertemu dengan calon pelanggan prospektif untuk pertama kalinya. Si calon pelanggan tersebut belum mengenal Anda. Biasanya ia belum menyukai Anda (karena Anda sudah menyita waktunya, dia berpikir Anda akan “memaksanya” untuk membeli sesuatu, dan orang tidak suka dipaksa).

Maka, sebelum seorang penjual membuka mulutnya untuk menjelaskan produk dan mulai menjual, ia harus mencoba untuk “menjual dirinya” terlebih dahulu. Tentu saja yang dimaksud di sini adalah menjual diri dalam arti yang positif.

Pada suatu seminar tentang komunikasi dan berbicara di depan umum, sebelum peserta memulai presentasi, “mitra” mereka harus memperkenalkan mereka kepada audiens. Untuk melakukan ini, si “presenter” harus menulis tentang tiga prestasi yang pernah diraih selama perjalanan kariernya. Prestasi yang dimaksud bisa berupa “Top Sales Person March 2006”, “Best Employee September 2005”, “Top 10% of Sales Person in 2nd Quarter 2001”, “Most Consistent Employee 3 Quarter 2002”, “Most Suggestions Award February 2003”, dan sebagainya. Dengan kata lain, para peserta bisa menulis apa pun untuk menonjolkan kredibilitas mereka sebelum naik ke panggung untuk berbicara.
Ternyata, 60–70 persen dari audiens bahkan tidak bisa menuliskan tiga prestasi tersebut!

Jadi, kesimpulan apa yang bisa diambil dari kejadian ini?
  1. Para peserta tersebut mungkin adalah karyawan yang masih relatif baru (mungkin pengalaman kerjanya masih di bawah tiga tahun). Jadi bisa dimengerti, dia belum mencapai banyak prestasi dalam waktu tiga tahun yang singkat. Bisa diterima.
  2. Para peserta mungkin adalah orang-orang yang rendah hati, sehingga mereka tidak mempertimbangkan segala prestasi yang telah diraih sebagai sesuatu yang layak untuk dituliskan atau ditonjolkan.
  3. Para peserta tidak menyadari akan prestasinya.
  4. Para peserta sama sekali tidak mempunyai prestasi yang layak untuk disebutkan—setelah bekerja selama kira-kira 40 tahun! Sungguh menyedihkan!
Poin nomor 2–4 adalah alasan yang benar-benar tidak bisa diterima, karena alasan-alasan tersebut menunjukkan bahwa si peserta tidak punya, tidak tahu, atau tidak bangga akan prestasinya! Dengan kata lain, “Mereka tidak punya nilai jual!”

Jadi, saya memberitahu para peserta tersebut bahwa bahkan jika Anda benar-benar tahu “nilai jual” Anda sekalipun, Anda belum menyampaikan pesan yang jelas kepada calon pelanggan mengapa Anda layak untuk ditemui, layak untuk diajak bicara, layak didengarkan, layak dipercaya, dan apakah mereka layak membeli dari Anda! Bahkan jika Anda mengetahui kelebihan diri sendiri, mengapa pula si calon pelanggan harus menghabiskan waktunya untuk mendengarkan seseorang yang tidak punya track record atau prestasi? Mengapa mereka harus menginvestasikan uangnya untuk membeli dari seseorang yang hanya “rata-rata” seperti Anda?

Ironi terbesar adalah kebanyakan penjual menghabiskan jam demi jam untuk mempelajari fitur-fitur dan manfaat dari produk perusahaan mereka. Menghabiskan berjam-jam untuk berlatih presentasi supaya bisa berlaku meyakinkan dalam menjual produk perusahaan mereka, tetapi mereka bahkan belum tahu akan fitur dan manfaat dari diri mereka sendiri!
Jika Anda tidak bisa menjual diri sendiri dengan keyakinan, lalu bagaimana Anda bisa menjual produk atau jasa dengan sukses?

Berikut ini adalah urutan yang benar.
Sebelum Anda datang ke kantor si calon pelanggan atau menghadapinya, ia seharusnya sudah terkesan dulu oleh kredibilitas Anda. Dengan kata lain, reputasi positif Anda seharusnya sudah muncul terlebih dahulu. Jadi, apa yang bisa Anda lakukan untuk “menjual” kredibilitas bahkan sebelum Anda muncul di depan prospek Anda? Atau bagaimana si “presenter” bisa “menjual” Anda sebelum Anda naik ke panggung dan membawakan presentasi? Ingatlah Anda harus menjual diri sendiri terlebih dahulu sebelum menjual produk. Calon pelanggan harus percaya dulu pada Anda sebagai si pembawa pesan sebelum ia percaya pada pesan yang Anda bawakan.

Jadi, saya sangat menyarankan Anda menginvestasikan waktu untuk menulis prestasi, atau lebih baik lagi, portofolio Anda sendiri. Tak banyak penjual yang melakukan itu. Jika Anda memanfaatkan waktu, usaha, dan sedikit uang untuk melakukannya, saya jamin hal tersebut akan sangat membantu dalam proses penjualan Anda dengan calon pelanggan.

Jangan seperti 70 persen dari penjual tadi yang bahkan tidak tahu akan kelebihan dan prestasinya sendiri. Jadilah berbeda, profesional, mampu untuk menjual diri sendiri sebelum menjual produk perusahaan!

Strategi : Apple Rules.....!

 


Produk iPad dari Apple membuka cakrawala baru bisnis tablet PC di Indonesia. Banyak bisnis-bisnis baru bertumbuh karena kehadiran Apple. Bagaimana Apple bertumbuh? Akankah mendominasi pasar di Indonesia?


Belum sampai ke Indonesia, rumor soal kecanggihan iPad 2 sudah banyak beredar di kalangan pencinta gadget. Selain BlackBerry, produk Apple terbaru kini selalu dinanti oleh konsumen Indonesia. Dari iPod, iPhone, hingga iPad, para penggila gadget tidak pernah mau ketinggalan menjadi pembeli pertama produk-produk ini. Pembeli gadget tidak akan merasa “cool” jika tidak menenteng salah satu produk Apple. Padahal sekali membeli produk Apple, Anda harus merogoh kocek yang tidak sedikit pula untuk berbagai konten, utillitites, dan asesori yang ada.

Berdasarkan riset dari Citigroup, lebih dari 20 juta iPad akan dipasarkan tahun 2011. Itu artinya sepertiga dari total PC tablet yang akan dipasarkan. Dominasi ini mirip dengan perangkat musik buatan iPod yang menguasai market share yang sama. Kini Apple masuk ke posisi ketiga dalam penjualan personal computer di dunia setelah iPad mengalami pertumbuhan yang demikian tinggi, khususnya di Asia. Posisi ini menggeser merek-merek dunia lain, seperti Dell dan Lenovo.

Apple sejak dulu seperti bermain di dunianya sendiri. Apple menciptakan perangkat kerasnya sendiri, demikian pula dengan operating system-nya, tidak seperti komputer lain yang mengandalkan kemampuan komputernya pada Intel dan Microsoft. Komputer Apple lebih disukai oleh para graphic designer yang membutuhkan kualitas gambar dan warna yang sempurna.

Namun, Apple kini bukan milik para pencinta grafis semata. Pebisnis, mahasiswa, sampai anak-anak pun mulai menenteng produk Apple seperti Mac, iPod, iPhone, sampai iPad. Situasi berubah saat Apple berhasil mengintegrasikan berbagai industri ke dalamnya. Mulai dari komputer, ponsel, music player, sampai PC tablet. Konsumen biasa pun makin menyukai produk-produk Apple.

Memang, Apple tetap saja bukan produk masal yang murah. Tapi, Apple telah menjadi trendsetter bagi merek-merek lain. Ambil contoh saja iPad yang kemudian membuat produk-produk sejenis dari Cina maupun rakitan dalam negeri pun berhamburan di pasar Indonesia. Pada tahun 2000, sekitar 75% dari total penjualan Apple masuk ke segmen bisnis dan profesional. Tapi, pada tahun 2010, 75% dari total penjualan Apple justru berasal dari consumer market.


Music adalah Kunci
Pilihan untuk memasuki consumer market merupakan jawaban atas jatuhnya penjualan Apple pada tahun 2001, saat produk-produk Apple mengalami kegagalan di pasar. Bisnis memang lesu di AS pada saat itu, hingga mengakibatkan penjualan Apple turun lebih dari 30%. Akhirnya Steve Jobs pun “menyerah” untuk tetap menjadikan Apple sebagai produk eksklusif. Apple harus mulai masuk ke mass market, dan pilihan apa yang tepat untuk mulai masuk ke ranah mass market? “Musik!” kata Steve Jobs, karena semua orang menyukai musik!

Debut Apple yang dimulai dari iPod itu pun membuahkan hasil. Sekalipun bukan menjadi pionir di industri pemutar MP3, namun kehadiran iPod menjadi market driver bagi tumbuh suburnya industri musik digital, khususnya yang berformat file MP3 ini. Key success factor dari iPod adalah harganya yang relatif terjangkau, namun memiliki tingkat reliability yang tinggi. Selain itu, desainnya pun tergolong menarik, hingga iPod pun menjadi produk yang paling cool pada saat awal peluncurannya.
Setelah iPod, Apple kembali menggegerkan dunia gadget dengan iPhone. Produk yang satu ini juga menjadi smartphone paling revolusioner. Hanya dalam waktu 10 jam sejak peluncurannya, iPhone sudah terjual sebanyak 270.000 unit. Seperti iPhone terakhir, yang dinamakan iPhone 4 dan dirilis pertengahan tahun lalu, yang berhasil mencatat penjualan 600.000 unit dalam sehari.

Tahun 2010, Apple kembali melakukan gebrakan dengan mengeluarkan iPad. Ini merupakan langkah besar Apple untuk kembali mengintegrasikan berbagai digital hub. iPad bukanlah sekadar kindle (perangkat pembaca digital book). Melalui iPad, kita bisa pula mendengarkan musik, membaca email, mengunduh gambar dan aplikasi, serta menonton video. Bersamaan dengan iPad itu pula, Apple meluncurkan Apple Store yang menjual ratusan ribu konten dan aplikasi yang bisa dibeli dan diunduh lewat iPad. Hanya dalam waktu dua bulan, iPad sudah terjual 2 juta unit dan membuat saham Apple di bursa melejit.


Market Driven
Apa yang menjadi kunci sukses dari Apple? Sekalipun bukan pionir, Apple selalu menempatkan diri menjadi market driven, alias mendorong pasar bertumbuh dengan produk ciptaannya. Mengintip dinamika pasar yang terjadi memang menjadi kebiasaan Apple kini. Perusahaan ini selalu melihat apa yang menjadi tren di masa depan dan memasukinya dengan penuh totalitas. Artinya, produk didesain bagus dan berkualitas serta penuh inovasi.

Untuk menjaga kualitas produk dan layanan, Apple pun akhirnya memperkuat jaringan tokonya sendiri. Apple membuat jaringan Apple Store dan tahun 2011 ini mereka sudah membuka 300 jaringan outlet-nya sendiri di berbagai negara. Toko ini tidak hanya menjual produk-produk Apple, tetapi juga memiliki theater room untuk presentasi dan workshop, studio training, dan genius bar untuk technical support.

Dengan inovasinya yang terusmenerus,  Apple berusaha membangun loyalitas dan kebanggaan dari para pencintanya. Kelemahan Microsoft dibandingkan Apple adalah Microsoft tidak membangun online store untuk menjaga loyalitas. Apple bekerja sama dengan ribuan partner dan mengendalikan mereka lewat iTunes dan Apple Store. Toko online Apple ini kini telah memiliki 150 juta akun yang siap membeli dengan satu klik saja. Brand Apple kini sudah mirip dengan Harley Davidson. Ada kebanggaan bagi para pelanggan untuk memakai logo Apple. Bahkan pencintanya pun siap menjadi evangelist: orang-orang yang mewartakan kehebatan Apple kepada orang lain. Tak mengherankan, Apple kini menjadi salah satu brand termahal di dunia dengan value USD 21 miliar. Sekalipun masih ada di urutan ke-17 dalam data global brand value index (Interbrand), namun tahun lalu Apple tergolong sebagai merek dengan peningkatan brand value tertinggi. Millward Brown, global brand consultant, bahkan menempatkan Apple pada urutan pertama mengalahkan Google dengan nilai brand USD 153 miliar.

Yang jelas, siapa yang tidak mau memiliki perusahaan dengan revenue senilai USD 65 miliar (sekitar Rp 580 triliun) dengan profit sebesar USD 18 miliar (sekitar Rp 162 triliun)? Asia sendiri merupakan pasar potensial bagi Apple. Paling tidak ini terlihat dari antrean ribuan orang saat iPad 2 diluncurkan di sejumlah negara Asia. Bahkan calon pembeli tak segan-segan untuk mengantre dua hari di depan toko Apple di Hong Kong. Sayangnya, pasar Indonesia sendiri bagi Apple saat ini belum semenarik Jepang, Hong Kong, atau Singapura. Itulah sebabnya Indonesia kebagian di akhir-akhir dalam urutan peluncuran iPad 2 di Asia.

Eko Indrajit, pengamat IT mengatakan bahwa kelahiran generasi yang lebih banyak memakai otak kanan akan menjadi pemicu keberhasilan penetrasi Apple di Indonesia. Apple dianggap lebih pas dengan kebutuhan ini, karena lebih entertaining. Apple juga lebih dianggap gadget dibandingkan komputer. Itulah sebabnya Eko melihat, banyak orang yang membeli produk Apple tapi sebenarnya mereka tidak pandai mengoperasikan komputer, alias bukan user komputer.

Namun, lawan Apple tentu saja tidak mudah. Di Indonesia, iPhone harus bertarung dengan BlackBerry. Sedangkan iPad harus bertarung keras dengan Samsung Galaxi. Merek yang disebut belakangan ini memang selalu menonjolkan bahwa ukuran 7 inch lebih ringkas dibandingkan iPad yang berukuran 10 inch. Pasar tablet 7 inch bahkan kini semakin berkembang oleh banyaknya produk sejenis di Indonesia, sehingga membuat iPad terasa sebagai gadget yang terlalu besar.

Kini, kita tunggu saja bagaimana sepak terjang Apple selanjutnya di Indonesia. Banyak analis memperkirakan bahwa langkah selanjutnya dari Apple adalah masuk ke industri game console. Artinya Apple akan bertarung dengan Nitendo, Sony PlayStation, Wii, dan lain-lain. Inilah digital hub lain yang masuk akal jika Steve ingin terus dengan ambisinya memperbesar habitus dari Apple

Cara Terbukti Ampuh Mengatasi Keberatan Pelanggan

 

 

Suka atau tidak, kenyataannya semua penjual pasti akan menghadapi keberatan dan penolakan pelanggan. Mereka berharap setiap transaksi bisa berjalan mulus tanpa keberatan dan setiap presentasi penjualan bisa diakhiri dengan pembelian. Tapi, kenyataannya sangat berkebalikan. Menghadapi keberatan dan penolakan adalah bagian dari setiap proses penjualan, dan setiap penjual pasti menghadapi keberatan dan penolakan—seperti halnya seorang petinju pasti akan terkena pukulan.
Jadi, apa yang harus dilakukan seorang penjual, bagaimana ia bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi keberatan dan penolakan pelanggan yang tak dapat dihindari tersebut?
Sadari dan Terimalah Kenyataan Bahwa Keberatan dan Penolakan adalah Bagian dari Setiap Proses Penjualan
Seorang petinju sadar dan menerima bahwa terkena pukulan adalah bagian dari pertandingan. Jadi, ia secara mental sudah siap untuk terkena pukulan dan merasa sakit.
Begitu juga dengan penjual, ia harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa mendapatkan keberatan dan ditolak pelanggan adalah bagian dari proses penjualan, dan ia secara mental harus siap untuk menghadapinya.
Karena seorang petinju tahu benar bahwa ia pasti akan menerima pukulan, ia akan berlatih untuk:
  • menghindari pukulan (mengelak atau menangkis);
  • mampu menahan pukulan (menerima pukulan lagi dan lagi waktu latihan);
  • mampu membalas pukulan (dengan kuat dan cepat);
  • mempunyai kekuatan mental dan fisik serta stamina untuk bertahan 12 ronde dalam kondisi sangat kelelahan.
Sama halnya dengan seorang penjual yang tahu benar bahwa ia pasti akan menghadapi keberatan, ia akan melatih dirinya untuk:
  • mengantisipasi dan menghindari keberatan sedapat mungkin;
  • mampu menahan keberatan dan tidak menjadi patah semangat karenanya. Jadi, si penjual harus berlatih untuk menghadapi keberatan demi keberatan (latihan role-playing di kantor);
  • mampu merespons keberatan dengan cepat dan profesional;
  • mempunyai kekuatan mental dan fisik serta stamina untuk menahan keberatan demi keberatan sampai akhirnya mampu menutup penjualan.
Menggunakan Cara-Cara yang Sudah Terbukti untuk Mengatasi Keberatan
Sama seperti halnya seorang petinju yang menerapkan cara-cara untuk mengantisipasi dan menangkis pukulan lawan, seorang penjual juga harus menerapkan cara-cara yang sudah terbukti ampuh untuk menghadapi dan mengatasi segala keberatan yang pasti muncul ketika menghadapi pelanggan.
Berikut adalah enam cara yang sudah terbukti untuk membantu Anda agar lebih siap menghadapi keberatan secara efektif.
 

Gunakan Endorser yang Disukai atau Dihormati
Cara ini sudah digunakan berulang-ulang oleh begitu banyak produk. Fatigon menggunakan Ari Wibowo sebagai ikonnya, Hemaviton menggunakan Krisdayanti dengan tagline “Siap Action!”, Nexian menggunakan Anang, sabun Lux dengan tema “Mandi dengan Bintang Lux”, serta Rhenald Kasali yang digunakan oleh jamu Tolak Angin. Jadi, mengapa begitu banyak perusahaan rela membayar para bintang untuk meng-endorse produk mereka? Sudah jelas, karena para bintang tersebut sudah dikenal dan dikagumi masyarakat. Ketika pelanggan sudah punya kesan positif terhadap si bintang, mereka otomatis punya kesan positif juga terhadap produk yang di-endorse.
Jadi, menggunakan tokoh yang sudah dikenal dengan baik serta dihormati untuk meng-endorse produk Anda akan secara signifikan mampu meningkatkan awareness dan mengurangi tingkat penolakan produk Anda.
Ini adalah salah satu cara untuk mengurangi kekerasan pukulan, bahkan sebelum ada petinju yang melancarkan pukulan.
Jika Anda adalah seorang penjual, tokoh populer dan terhormat manakah yang bisa Anda dekati secara personal untuk meng-endorse produk atau diri Anda sendiri? Dengan menggunakan cara ini, pekerjaan Anda akan menjadi jauh lebih ringan.


Antisipasi dan Persiapkan Jawaban Anda
Dalam bertinju, seorang petinju bisa mengharapkan beberapa macam pukulan dari lawannya, yaitu jab, swing, hook, dan upper cut. Karena ini adalah macam pukulan yang mungkin mendarat, si petinju akan mempersiapkan diri secara intensif supaya bisa menghindar atau menangkis pukulan-pukulan tersebut.
Sama halnya dengan seorang tenaga penjual yang harus mengantisipasi dan mengatasi segala macam keberatan yang akan dilemparkan pelanggan ke dirinya.
Macam-macam keberatan yang akan dihadapi pun bisa dibuat daftarnya agar si penjual bisa mempersiapkan dirinya untuk mengatasi segala keberatan seperti layaknya si petinju yang berlatih menangkis segala macam pukulan. 


Antisipasi dan Persiapkan Jawaban Kita
Dalam bertinju, seorang petinju bisa mengharapkan beberapa macam pukulan dari lawannya, yaitu jab, swing, hook, dan upper cut. Karena ini adalah macam pukulan yang mungkin mendarat, si petinju akan mempersiapkan diri secara intensif supaya bisa menghindari atau menangkis pukulan-pukulan tersebut.
Sama halnya dengan seorang tenaga penjual yang harus mengantisipasi dan mengatasi segala macam keberatan yang akan dilemparkan pelanggan ke dirinya.

Macam-macam keberatan pelanggan yang akan dihadapi pun bisa dibuat daftarnya agar si penjual bisa mempersiapkan diri untuk mengatasi segala keberatan pelanggan seperti si petinju yang berlatih mengatasi segala macam pukulan. Coba perhatikan contoh komentar-komentar umum berikut:
  • harga Anda terlalu tinggi;
  • kompetitor Anda memasang harga lebih bagus;
  • penawaran kompetitor Anda lebih bagus;
  • saya sudah punya produk itu;
  • saya tidak butuh produk yang Anda jual;
  • saya tidak butuh produk itu saat ini;
  • coba saya pikir-pikir dulu;
  • saya sudah punya pemasok sendiri;
  • tinggalkan saja brosur Anda, nanti saya hubungi kalau saya tertarik;
  • sekarang bukan saat yang tepat;
  • bujet saya tidak cukup;
  • bisnis saya sedang lesu sekarang;
  • dan lain-lain.
Apakah contoh-contoh berikut masuk akal?
Tak peduli produk yang Anda jual, itu adalah komentar atau keberatan standar yang biasanya (80%) pasti Anda temukan.
Jadi, jika hendak menghadapi semua keberatan pelanggan tersebut, mengapa Anda tidak mempersiapkan secara benar, serius, dan teliti, agar Anda pasti siap menghadapinya ketika keberatan pelanggan tersebut muncul?

Sama juga dengan kasus petinju yang sudah paham soal pukulan-pukulan standar yang akan dihadapi, ia mempersiapkan dan melatih dirinya sangat keras hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, sehingga akan sepenuhnya siap ketika bertanding.
Seorang petinju yang persiapannya buruk pasti akan menemui masalah ketika naik ke atas ring. Ketika persiapannya buruk dan ia terkena pukulan parah bertubi-tubi, siapa yang disalahkan? Lawan yang terlalu hebat, atau si petinju yang kurang persiapan?

Sama juga kasusnya ketika seorang penjual tidak melatih diri dengan cukup matang sehingga ia tidak mampu menangani keberatan, dan pelanggan tidak jadi membeli. Si penjual pun harus pergi dengan tangan kosong.
Siapa yang disalahkan? Si pelanggan yang memang tidak mau membeli, atau si penjual yang kurang persiapan?
Jadi, sama halnya dengan seorang petinju yang sudah mengantisipasi dan melatih dirinya cukup keras untuk menerima dan membalas semua pukulan standar tersebut, begitu juga seorang penjual. Ia juga harus mengantisipasi dan berlatih keras untuk menerima dan menangani semua keberatan standar tersebut.


Mempersiapkan Sales Script
Setelah Anda membuat daftar berisi semua keberatan standar yang mungkin dihadapi, tahap berikutnya adalah mempersiapkan respons terbaik untuk menghadapi setiap keberatan pelanggan tersebut.

Berikut adalah beberapa cara yang bisa dipersiapkan untuk itu:
  • Tulis respons sendiri, berdasarkan pengalaman sendiri;
  • bertanya kepada supervisor dan manajer penjualan untuk mendapatkan input darinya (karena sebelum ia dipromosikan sebagai manajer/supervisor, ia mungkin adalah seorang penjual yang sukses dan punya pengalaman dalam membuat respons);
  • bertanya kepada rekan-rekan kerja, karena mereka pun pasti punya cara-cara sendiri dalam mengatasi keberatan;
  • bertanya pada penjual dari perusahaan lain yang mirip dengan perusahaan Anda;
  • bertanya pada penjual dari perusahaan lain yang berbeda dengan perusahaan Anda. Siapa tahu mereka menggunakan cara yang sama sekali berbeda, belum pernah digunakan di industri Anda, dan bisa dianggap inovatif dalam industri Anda;
  • dapatkan ide dari buku-buku penjualan;
  • dapatkan ide dari Google.
Setelah Anda memilih beberapa cara bagus untuk merespons segala keberatan, tuliskan kata-kata yang hendak Anda ucapkan. Coba cari kata-kata yang bagus dan sesuaikan.
Teruslah menyesuaikan dan mengembangkan teks tersebut sampai Anda merasa nyaman dalam menggunakannya, karena gaya setiap penjual berbeda. Satu teks yang berfungsi untuk penjual yang satu belum tentu sesuai untuk penjual yang lain, karena gaya dan kepribadian setiap orang memang tidak sama.

Setelah selesai menyempurnakan teks tersebut, ketiklah dengan rapi. Inilah yang akan menjadi “sales script” Anda untuk menangani setiap keberatan yang nantinya akan dihadapi.
Jadi, sales script sebenarnya berisi respons dengan kata-kata terbaik untuk mengatasi keberatan konsumen. Rangkaian kata ini merupakan yang terbaik karena sudah disesuaikan dan sudah amat nyaman untuk digunakan oleh Anda.
Setelah mempunyai sales script, tahap berikutnya adalah terus melatihnya sampai Anda terbiasa menyampaikan setiap respons tersebut. Jadi, setiap kali ada pelanggan yang menyatakan keberatannya, Anda secara spontan bisa langsung merespons.
Karena itu, buatlah persiapan sematang mungkin. Jika Anda masih gagal mendapat pesanan, Anda masih bisa mendapat respek dari pelanggan, dan akan jauh lebih mudah jika Anda melakukan pendekatan berikutnya di lain waktu.





Ide-Ide Praktis untuk Mengesankan Pelanggan


Seorang tenaga penjual harus selalu berpikir secara kontinyu tentang cara untuk mengesankan pelanggan potensialnya. Mengapa?

1. Sebab, tidaklah mudah bagi seorang tenaga penjual untuk membuat janji dengan pelanggan potensial. Oleh karena itu, seorang tenaga penjual harus menggunakan kesempatan sebaik-baiknya untuk memberi kesan yang baik kepada mereka.

2. Setiap hari, pelanggan melihat banyak tenaga penjual. Akibatnya, seorang tenaga penjual harus dapat tampil berbeda dengan penjual lainnya, agar ia dapat diingat oleh pelanggan.

3.   Sebenarnya banyak orang yang suka mendengar dan mempercayai:
  • Orang yang disukai
  • Orang yang dihormati
  • Orang yang bisa berbagi kesamaan
Pada kenyataannya, bagaimana kita tahu bahwa kita sudah berhasil memberikan KESAN yang baik kepada prospek kita?

Hal ini bisa mudah dijawab dengan menanyakan, “Apakah prospek Anda sudah berbicara tentang KEBAIKAN Anda setelah Anda meninggalkan mereka (setelah bertemu mereka)?”
Inilah beberapa tips penjualan yang dapat membantu Anda untuk mengesankan calon pelanggan, agar Anda lebih diingat dan menonjol dibandingkan dengan tenaga penjual lain.

Idea # 1 – Personal Information
Agar lebih mudah diingat, Anda perlu tahu informasi pribadi tentang calon pelanggan Anda. Misalnya informasi tentang:
  • Keluarga (jumlah anak, nama, usia, sekolah)
  • Nama istri (atau suami)
  • Kampung halaman
  • Sekolah (universitas) yang pernah ia jalani
  • Makanan atau rumah makan favorit
  • Hobi atau olahraga favorit
  • Tim atau olahragawan favorit
  • Tujuan hidup (dalam pekerjaan)
  • Majalah favorit
  • Buku/ film/ lagu/ penyanyi favorit
  • Kendaraan yang digunakan
  • Organisasi/asosiasi yang ia ikuti
  • dll
Memang, Anda tidak bakal mampu mendapatkan SEMUA informasi yang Anda butuhkan. Tetapi, jika Anda tahu informasi apa yang sebenarnya Anda cari, maka Anda bisa mendapatkan informasi itu dari sekretaris/stafnya, SEBELUM Anda bertemu dengannya. Jadi, pada saat Anda bertemu pelanggan potensial tersebut, Anda sudah memiliki sejumlah latar belakang informasi yang cukup tentang mereka, untuk membuat percakapan Anda lebih hidup dan PERSONAL.
Namun, setelah Anda mendapatkan informasi, apa yang akan Anda LAKUKAN DENGAN INFORMASI ITU?
  • Tentu saja, Anda tidak akan mencoba mengesankan mereka dengan mengatakan/menunjukkan/membanggakan diri tentang berapa banyak informasi yang sudah Anda ketahui. Ingatlah, ini merupakan informasi yang sensitif dan bersifat pribadi yang Anda ketahui dari sekretaris atau kolega mereka. Ia mungkin saja tidak gembira dengan informasi yang Anda ketahui. Oleh sebab itu, Anda harus menggunakan informasi yang sangat sensitif ini sehingga IA GEMBIRA, bukan untuk membuat ia JENGKEL/MALU.
  • Pada kunjungan pertama atau kunjungan kedua, Anda bisa:
    • Membawakan buku Alumni Tahunan dari universitasnya, berikut beberapa souvenir dari almamaternya. Hal ini pasti membuat ia tertawa!
    • Membawakan buku tentang olahraga/olahragawan/tim/penyanyi favorinya—akan lebih baik lagi jika buku itu ditandatangani oleh sang juara!
    • Membawakan CD eksklusif dari penyanyi favoritnya, dan lain-lain.
  • Atau akan lebih baik, jika Anda tahu siapa penyanyi/ kelompok musik/artis lokal yang disukai oleh anak-anaknya, Anda dapat memberikan poster/CD/foto yang ditandatangani oleh artis itu sendiri dan memberikannya kepada anak-anak mereka!
Pemberian di atas bukanlah sesuatu yang mahal. Tetapi bersifat personal. Kenyataannya, kita benar-benar ingin MENGHINDARI pemberian hadian yang mahal di mana hal itu dapat dianggap sebuah sogokan. Pemberian itu harus menunjukkan:
  • Anda adalah orang yang baik karena memberikan “buah tangan” sewaktu berkunjung.
  • Anda sangat perhatian karena sudah menyediakan waktu untuk mencari “buah tangan” yang pas.
  • Anda lebih peduli dibandingkan pemberian “buah tangan” yang standar.


Idea # 2 – Make Your Name Card Memorable
Buatlah kartu nama yang unik:
  • Bentuk yang berbeda (sesuai menurut produk yang Anda jual)
  • Warna yang berbeda
  • Jenis bahan yang berbeda
Carilah CARA untuk memberikan kartu nama Anda secara berbeda dibandingkan orang lain! Be creative, be different, be memorable!



Idea # 3 – Remember the DAY of his Birth
Kebanyakan orang hanya mencari tahu TANGGAL lahir dari pelanggan potensial. Bergeraklah satu tahap ke depan..
  • Setelah Anda mengetahui tanggal lahir mereka, cari tahu HARI lahirnya. Anda dapat mengetahui informasi ini dari sistem penanggalan di komputer!
  • Juga, cobalah cari tahu orang-orang terkenal yang lahir pada TANGGAL tersebut, dan cetaklah daftar orang-orang itu.
Kemudian, ketika Anda bertemu pelanggan potensial Anda, secara alami Anda dapat mengatakan, “Pak Anton, ayah saya dan Anda ternyata lahir pada hari yang sama. Anda berdua lahir pada hari Sabtu!” Anda dapat melihat kekagetan pada raut mukanya. “Saya tidak tahu hari jika saya lahir hari Sabtu!” atau “Wow, sebuah kejutan yang sangat menyenangkan!”

Atau Anda dapat mengatakan, “Pak Anton, hari ulang tahun Anda sama dengan Abraham Lincoln (atau Bung Karno, atau Mohammad Ali, atau Bon Jovi)!” Perhatikan keterkejutan pada wajahnya. Mungkin Anda ingin melengkapi keheranan mereka dengan mengatakan, “Saya sudah membuat daftar nama orang terkenal yang lahir pada hari yang sama dengan Anda. Silakan ambil. Saya harap Anda menyukainya.” Kemudian, serahkan dengan baik daftar yang sudah terlaminasi itu kepadanya.

Dengan ini, Anda PASTI sudah membuat sebuah yang Kesan Positif!
Bukan pemberian yang mahal, tetapi sangat perhatian dan menyenangkan!


Idea # 4 – Know As Much As Possible About His Business/His Company/His Profession

Ide-ide di atas (ide #1, #2, #3) telah dirancang untuk membawa calon pelanggan lebih dekat kepada Anda. Tetapi di hari akhir, Anda harus BENAR-BENAR TAHU HASIL PEKERJAAN ANDA.
Jika Anda tahu semua tentang perusahaan dan produk Anda, hal tersebut TIDAK MENGESANKAN pelanggan potensial Anda. Sudah menjadi tugas Anda untuk mengetahui semua itu! Tetapi jika Anda tahu banyak tentang industri, perusahan, produk, dan kesukaan calon pelanggan Anda, maka Anda dapat MENGESANKAN mereka! Jadi bacalah sebanyak mungkin, tanya kepada teman di dalam industri yang sama tentang apa yang sedang Anda hadapi… masalah yang pernah mereka alami, tantangan ke depan, dan seterusnya.


Idea # 5 – Make Him Laugh !
Mungkin ini terdengar mudah. Tetapi tertawa adalah tanda dari sebuah PENERIMAAN. Jika ia tertawa kepada Anda, berarti ia telah menerima Anda.


Idea # 6 – Be Sincere
Meskipun ide-ide di atas bisa mengesankan calon pelanggan dan dapat membuat Anda lebih diingat daripada ratusan tenaga penjual lainnya, Anda harus melakukan semuanya dengan sepenuh hati. Anda harus memiliki perhatian yang ikhlas untuk memberikan manfaat kepada calon pelanggan. Jika Anda melakukan semua hal itu dengan ketulusan, maka Anda BENAR-BENAR MENGESANKAN. Tetapi jika Anda melakukannya HANYA untuk mengesankan mereka, maka semua itu hanya tampak seperti sebuah sandiwara.

Ingatlah:
People don’t care how much you know
until they know how much you care.

Strategi Dahulu, Baru CRM




Biaya untuk mencari pelanggan baru mengalami kenaikan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Kenaikan biaya untuk mendapatkan pelanggan baru, jelas, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kenaikan inflasi. Karena inflasi, maka harga promosi menjadi lebih mahal. Karena inflasi, maka biaya operasional dan gaji karyawan juga naik. Besaran tingkat inflasi, hanya memberikan ukuran minimal dari kenaikan biaya untuk mendapatkan pelanggan baru.

Kenaikan biaya untuk mendapatkan pelanggan baru, lebih banyak dipicu oleh tingkat persaingan. Angka kenaikan karena faktor persaingan, bisa jauh lebih besar dibandingkan karena faktor inflasi. Dalam industri perbankan misalnya, biaya untuk mendapatkan seorang pelanggan yang baru selama 3 tahun terakhir, diperkirakan naik minimal sebesar 20% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bahkan, untuk beberapa industri yang sudah cukup jenuh, seperti kartu kredit, maka kenaikan biaya untuk mendapatkan seorang pelanggan, bisa lebih dari 20%.

Untuk mendapatkan seorang pelanggan kartu kredit yang baru, dibutuhkan kira-kira sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu. Untuk mendapatkan pelanggan dengan kategori Gold, bisa mencapai Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta. Bagi suatu bank yang mengeluarkan kartu kredit, pay back period baru bisa diperoleh setelah 4 hingga 6 tahun menjadi pelanggan.

Kenaikan dramatis juga terjadi dalam bidang telekomunikasi. Dengan harga kartu perdana yang sudah semakin murah dan bahkan operator sudah mulai rugi setiap kali menjual kartu perdana, sudah tentu memberikan indikasi akan mahalnya untuk merekrut seorang pelanggan. Contoh-contoh ini bisa semakin diperluas untuk berbagai industri lain. Dan bila tren ini berlanjut, akan menjadi warning bagi perusahaan yang hanya terus menekankan kepada akusisi.

Salah satu konsep yang cepat diadopsi oleh berbagai perusahaan untuk merespon hal ini adalah dengan menerapkan Customer Relationship Management. Konsep dan tool CRM, karena memang memberikan janji benefit yang besar, telah disambut oleh banyak perusahaan. Sayangnya, lebih banyak perusahaan yang gagal dalam menerapkan CRM daripada yang berhasil. Pengalaman ini, akhirnya membuat banyak top management menjadi skeptis terhadap kekuatan dari konsep CRM untuk diterapkan di perusahaan mereka.

Banyak hal yang membuat perusahaan gagal dalam menerapkan CRM. Salah satu kegagalan ini karena CRM diterapkan tanpa didahului dengan strategi. Perusahaan harus merencanakan strategi terlebih dahulu sebelum melakukan deployment untuk infrastruktur. Mereka seharusnya tidak menentukan software dan hardware terlebih dahulu sebelum memahami strategi relationship yang akan diimplementasikan.

Aspek strategi yang perlu diformulasikan, jauh sebelum CRM diterapkan adalah dengan menentukan tingkat relationship yang akan dicapai. Dalam konteks relationship atau bonding dengan pelanggan, perlu dipahami, bahwa CRM memiliki tingkatan. Intensitas atau level dari relationship ini, akan sangat tergantung dari kualitas pelanggan dan harapan pelanggan itu sendiri.

Kualitas pelanggan dapat dilihat dari life time customer value-nya. Semakin tinggi nilai seorang pelanggan atau semakin tinggi kemungkinan pelanggan tersebut memberikan profit kepada perusahaan dalam jangka panjang, semakin tinggi pula tingkat bonding yang harus dibangun oleh perusahaan. Demikian juga, semakin tinggi harapan pelanggan, semakin tinggi pula tingkat relationship yang terjadi antara perusahaan dengan pelanggannya.

Empat Level Bonding
Pada dasarnya, tingkat bonding ini dapat dikategorikan menjadi 4 level.  

Tingkat pertama adalah yang disebut dengan Financial Bond.
Jadi, perusahaan berusaha untuk membangun relationship yang erat dengan para pelanggannya, berdasarkan aspek moneter. Pelanggan diikat dengan cara memberikan insentif dalam bentuk uang atau yang dapat disetarakan dengan uang.
Kalau mereka membeli lebih banyak, maka perusahaan memberikan diskon yang lebih besar. Kalau mereka membeli lebih sering, maka mereka mendapatkan harga yang lebih murah. Bisa juga pelanggan mendapatkan kesempatan untuk memberikan produk lain dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan pelanggan lain yang kurang loyal.

Salah satu bentuk financial bond yang sangat populer adalah point reward. Ini sudah dipraktekkan oleh banyak industri terutama dalam industri perbankan. Setiap nasabah yang menggunakan kartu kreditnya, akan diberikan point reward sesuai dengan uang yang dibelanjakan. Kemudian, point ini dikumpulkan untuk ditukar dengan suatu hadiah yang memiliki nilai konversi terhadap point yang mereka kumpulkan.

Industri penerbangan adalah juga industri yang sangat sering menggunakan bonding secara finansial. Mereka yang sudah menjadi frequent flier, akan diberikan hak khusus atau mendapatkan point setiap terbang. Bila point ini sudah mencukupi jumlah tertentu, maka pelanggan bisa menukar dengan tiket gratis.
Bahkan untuk menambah benefit dari pengumpulan point reward ini, sudah menjadi suatu tren saat ini, perusahaan melakukan koalisi. Jadi, terdapat sejumlah perusahaan yang sama-sama bekerja sama sehingga setiap pelanggan mereka dapat menukarkan point reward yang mereka peroleh kepada setiap perusahaan yang tergabung. Tentunya, hal ini bisa terjadi karena setiap perusahaan sudah memiliki nilai konversi untuk setiap point reward.

Financial Bonding disebut sebagai bonding level pertama. Ini dapat dimengerti karena memang kemampuan untuk mengikat pelanggan relatif masih lemah. Biasanya pesaing, akan cepat meniru program seperti ini. Bahkan, bila mereka memberikan yang lebih menarik, pelanggan juga akan tetap pindah.


Bonding level kedua adalah yang disebut dengan Social Bond
Perusahaan yang menerapkan strategi relationship tingkat kedua ini, akan banyak mengandalkan hubungan personal relationship. Jadi, bukan hanya aspek financial tetapi mengandalkan aspek manusia untuk mengikat pelanggan supaya loyal.

Kepada pelanggan, diberikan kualitas pelayanan yang sebaik mungkin supaya puas. Kepada mereka, bukan hanya kualitas pelayanan yang dasar seperti kecepatan dan keramahan, tetapi terdapat unsur empati atau perhatian pribadi. Untuk menjaga relationship seperti ini, perusahaan sudah mulai membutuhkan kualitas staf dan manajer yang handal terutama sikap positif terhadap pelanggan.

Relationship yang terus menerus dan bersifat personal, hanya akan efektif bila didukung oleh database yang baik. Jadi, perusahaan yang sudah menerapkan level relationship kedua ini, haruslah sudah memiliki warehousing dan kemampuan untuk terus melakukan up-dating data-data pelanggan.
Social Bond ini dapat diperkuat dengan cara menciptakan komunitas antar pelanggan pula. Jadi, hubungan tidak hanya terjadi antara perusahaan dengan pelanggan tetapi justru antar pelanggan itu sendiri. Bila interaksi ini tercipta, maka pelanggan akan semakin loyal karena memiliki ikatan emosinal. Jadi, mereka tidak hanya terikat karena produk atau pelayanan yang berkualitas, tetapi mereka merasakan benefit yang bersifat pribadi dan emosional.

Tentunya, biaya untuk menjalin relationship pada tingkat kedua ini, lebih tinggi dibandingkan dengan relationship level pertama. Oleh karena itu, program-program yang mengarah kepada social bond ini, haruslah diterapkan kepada pelanggan yang sudah semakin selektif atau mereka yang memang memberikan profit yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menciptakan relationship seperti ini.


Level ketiga disebut dengan Business Bond.
Ini adalah tingkatan relationship antara perusahaan dengan pelanggan yang sudah berhubungan dengan bisnis dari pelanggan itu sendiri. Perusahaan sudah mulai menyediakan berbagai pelayanan yang bersifat customized dan bahkan langsung berhubungan dengan bisnis dari pelanggan.

Tingkatan dari level ketiga ini, lebih tepat diterapkan untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang B to B. Perusahaan dapat membuat suatu formula khusus untuk satu pelanggannya saja. Perusahaan dapat menyediakan jasa konsultasi kepada satu pelanggan tertentu. Ini adalah contoh-contoh dimana perusahaan membangun relationship yang mengikat mereka sehingga menimbulkan Business Bond.
Sebuah perusahaan asuransi yang mempunyai nasabah perusahaan besar, haruslah menyediakan jasa asuransi yang sangat customized. Jadi, produk dan pelayanan, dibuat memang khusus hanya untuk perusahaan ini. Bahkan, perusahaan asuransi tersebut, kemudian secara rutin memberikan informasi dan sekaligus pelatihan kepada pelanggannya. Bila semua ini dilakukan, akan terciptakan suatu relationship yang sangat erat. Tentu saja, biaya untuk melaksanakan business bond ini, sangatlah besar. Tetapi, hasilnya bisa sepadan karena memang mereka pelanggan besar yang kemudian memberikan profit yang besar pula.


Level tertinggi dalam relationship atau CRM adalah  Structural Bond.
Pada level ini, perusahaan bahkan rela untuk sharing peralatan atau capital dengan pelanggannya. Pelanggan DHL atau Fedex yang besar, bisa diberikan perangkat komputer dan IT yang berguna bagi pelanggan untuk melakukan order sendiri dan melacak dokumen yang mereka kirim. Bagi pelanggan, ini adalah solusi yang sangat bermanfaat dan bagi DHL atau Fedex, mereka mendapatkan pelanggan yang loyalitasnya tidak diragukan lagi. Hubungan antar perusahaan dan pelanggan sudah demikian transparan dan erat, bahkan mereka sudah rela membagi tempat tidur. Ini sungguh ibarat perkawinan antara perusahaan dan pelanggannya.

Jadi, analisalah pelanggan Anda. Tentukan nilai mereka dan pahami harapan mereka. Barulah kemudian, menentukan tingkat relationship yang perlu dibangun.

Identitas Merek sebagai Faktor Pembeda




Majalah Forbes mengatakan berpikirlah seperti Santa. For a better brand, think like Santa. Mari kita melihat apa yang dilakukan Santa Claus. Sosok gemuk tua berbaju merah dengan personality yang sangat konsisten dan pesan yang sama dari tahun ke tahun, memberikan hadiah tanpa delay kepada anak laki-laki dan perempuan yang tidak nakal, yang manis, dan yang penurut.

Santa Claus sudah menjadi sebuah merek yang sangat populer dari tahun ke tahun, merek dan logonya bertahan tanpa perubahan dari generasi ke generasi.

Dalam banyak hal, kita melihat brand identity (identitas merek) merupakan faktor pembeda perusahaan yang sukses dari yang stagnan. Terlepas dari bagaimana merek ditampilkan dalam iklan, pengalaman pelanggan dengan merek atau sering disebut dengan branded customer experience menentukan berapa baiknya pesan yang dijanjikan dalam merek secara konsisten dideliver dari waktu ke waktu, dari satu “moment of truth” ke “moment of truth” berikutnya. Brand menyatu dengan setiap pengalaman pelanggan berinteraksi dengan perusahaan.

Jadi, janji dalam merek adalah pengalaman yang dideliver secara konsisten. Santa Claus sangat konsisten mendeliver ini. Siapa pun yang berperan sebagai Santa, mereka sangat sadar memainkan perannya dan tidak berani berinisiatif mengubah peranan yang sudah melekat dari generasi ke generasi.

Santa tahu bahwa anak-anak tidak menyukai mantel merah dan janggut putihnya, tetapi tetap saja identitas Santa ini diharapkan tampil demikian. Konsistensi dalam image dan perilakunya inilah yang menjadikan dia populer sepanjang masa. Pesan arti kehadiran Santa untuk membagikan hadiah kepada anak-anak yang baik merupakan brand promise yang ditunggu. Dan karena konsisten melakukan on time delivery dengan stok hadiah yang cukup, maka kehadiran Santa sangat ditunggu dan diharapkan oleh anak-anak.  Anak-anak menjadi puas dan sangat loyal dengan Santa.

Pelajaran dari Santa dapat dipetik untuk menciptakan loyalitas, brand identity dengan image yang konsisten, serta delivery produk atau jasa yang tidak pernah tertunda, ditambah dengan stok yang cukup dan up-to-date serta menghadirkan brand promise di setiap moments of truth akan menjadi kunci loyalitas pelanggan. Selamat bekerja.

Rahasia  Sukses

A = Attitude
S =  Skills
K = Knowledge

 

Bila demikian adanya, mengapa sangat sedikit sekali orang yang sukses, dan begitu banyak orang mengalami ‘kegagalan’ di dunia ini?  Faktanya, bukan karena orang tidak tahu apa yang harus mereka perbuat, melainkan karena sangatlah sulit untuk melakukan hal-hal yang benar secara konsisten! Sebagai contoh, bila Anda ingin mencapai hidup bahagia, damai, dan sukses, cukup berpegang pada 10 Perintah Allah. Sederhana bukan?  Hanya sepuluh, bukan dua puluh! Tetapi berpegang pada 10 Perintah Allah saja sangatlah sulit!

Ingin menjadi orang yang efektif dan sukses?  Ikutilah ajaran 7 Habits of Highly Effective People. Lebih mudah bukan?  Hanya tujuh saja! Jadi mengapa hal itu sangat sulit?  Karena untuk menjalankannya membutuhkan komitmen, disiplin, dan pengorbanan. Pain vs PleasureImmediate vs Delayed Gratification. Kebanyakan orang tidak siap untuk melakukan pengorbanan yang diperlukan!

Sukses bukanlah sesuatu yang muncul dalam semalam. Sukses adalah sebuah proses dan konsekuensi dari melakukan hal-hal yang benar secara konsisten. Untuk menjadi sukses, ada serangkaian ”rules” yang harus diikuti. Dengan risiko menjadi terdengar klise, biasa-biasa saja, kuno, dan bahkan mengecewakan, saya sangat percaya bahwa kesuksesan atau kegagalan dari seorang individu tergantung dari 3 faktor utama, yaitu:

A = Attitude
S =  Skills
K = Knowledge

Ya, saya mengakui, ini bukanlah hal baru, bukan sesuatu yang mengejutkan, dan bukan pengetahuan muktahir. Tetapi, inilah “prinsip-prinsip dasar” yang sudah teruji oleh waktu.

Saya sangat percaya bahwa untuk mencapai kesuksesan, seorang individu hanya perlu menjalankan prinsip-prinsip tersebut dengan benar serta konsisten dan disiplin dalam menjalankannya. Kabar baiknya adalah: itu bukanlah daftar yang panjang—cuma sebuah daftar tentang 5 hal yang harus Anda lakukan dengan benar dan konsisten… maka Anda akan sukses!

Dengan kata lain, untuk mencapai kesuksesan, Anda hanya perlu MENGETAHUI dasar-dasar yang benar, dan MELAKUKAN-nya.

Kebanyakan orang tidak sukses karena:
(a) Mereka sebenarnya mengetahui dasar-dasar tersebut.
(b) Mereka mendapatkan dasar-dasar tersebut dengan tidak benar
(c) Mereka tidak cukup disiplin dalam melakukan dasar-dasar tersebut secara konsisten.


ATTITUDE
Attitude adalah sebuah kata sederhana yang kadang-kadang dapat menipu. Kata ini dapat berarti banyak hal. Mulai dari perspektif kita terhadap dunia sekeliling, reaksi kita terhadap dunia sekeliling, sampai pada apa yang kita katakan pada diri kita sendiri.

Hal ini, pada gilirannya, terlihat pada cara kita berbicara, keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan yang kita ambil (atau tidak kita ambil), aksi-aksi yang kita lakukan (atau tidak kita lakukan).
Bagi saya, hal paling penting yang mempengaruhi attitude adalah pikiran kita akan diri kita sendiri—apa yang kita katakan pada diri kita sendiri setiap hari. Apa yang kita katakan pada diri sendiri saat kita dihadapkan pada situasi tertentu. Apa yang kita katakan pada diri sendiri pada saat kita menghadapi kesulitan. Apakah kita mengatakan sesuatu yang positif untuk memberikan semangat, atau kita mengatakan hal-hal yang negatif pada diri kita sendiri untuk menakut-nakuti?
Sebagai contoh, semua teman dan anggota keluarga memberikan dorongan kepada Anda untuk mulai membuka restoran sendiri karena Anda bisa memasak makanan yang enak sekali, pintar membuat planning, pintar me-manage uang dan juga orang, punya banyak sekali ide-ide marketing, dan lain-lain. Semuanya sangat percaya bahwa Anda memiliki semua persyaratan dan kualitas yang diperlukan untuk menjadi pengusaha restoran yang sukses. Tetapi, Anda mengatakan pada diri Anda sendiri bahwa hal tersebut terlalu berisiko; bahwa Anda belum pernah mencobanya, bagaimana jika gagal, bagaimana jika Anda kurang beruntung di bisnis tersebut, jika keadaan ekonomi memburuk, dan lain-lain.  Perkataan dan asumsi Ada pada diri sendiri telah menghalangi Anda untuk mengambil langkah positif.

Sebaliknya, teman-teman dan anggota keluarga memandang rendah Anda dan mengatakan bahwa Anda tidak mempunyai persyaratan dan kualitas yang diperlukan untuk menjadi pengusaha restoran yang sukses. Tetapi Anda sendiri yakin akan kemampuan Anda, dan percaya bahwa Anda akan sukses. Bahkan, Anda ingin membuktikan kepada teman-teman dan anggota keluarga Anda bahwa mereka telah salah menilai. Anda memberanikan diri Anda sendiri untuk melakukannya!

Itulah perkataan kepada diri Anda sendiri. Apa yang dikatakan orang lain kepada Anda tidaklah penting. YANG PALING PENTING adalah apa yang Anda katakan pada diri Anda sendiri!
Masalahnya, banyak orang TIDAK TERLATIH dengan baik untuk berbicara dengan benar pada diri mereka sendiri.  Mereka tidak terlatih untuk menggunakan kosa kata yang benar dan baik untuk mendorong diri mereka meraih kesuksesan. Itu sebabnya, mereka takut mengambil tindakan. Jadilah orang yang mempunyai keahlian untuk berkata positif pada diri sendiri, karena mereka yang memiliki kemampuan tersebut SELALU lebih berhasil daripada mereka yang tidak. Bagaimana Anda dapat mempelajari teknik berbicara positif? Bacalah informasi mengenai “Power Sales Boot Camp” pada bagian bawah dari artikel ini. Program tersebut adalah training 3 hari 2 malam yang diadakan oleh Krishnamurti (Mindset Motivator Indonesia nomor satu) dan saya sendiri. Saya sangat berharap Anda dapat menginvestasikan waktu 3 hari ini untuk mempelajari salah satu teknik yang paling ampuh yang pasti akan Anda butuhkan untuk meraih keberhasilan pada APA PUN yang Anda kerjakan!
Ya.  Attitude.  Sebuah kata sederhana, bermakna dalam.


SKILL
Keahlian (skill) lebih mudah untuk didapat. Supaya bisa berhasil dalam pekerjaan, profesi  atau bisnis, Anda harus kompeten pada beberapa keahlian yang diperlukan. Seorang manajer harus memiliki beberapa keahlian untuk dapat menjadi manajer yang efektif.  Seorang atlit sepak bola memerlukan beberapa keahlian untuk dapat bermain dengan baik. Seorang penghibur memerlukan beberapa keahlian untuk bisa memikat perhatian penonton. Seorang penjual memerlukan beberapa keahlian untuk dapat menjual dengan sukses… tidak hanya satu atau dua keahlian, tetapi beberapa keahlian.

Pertanyaan:
  • Apakah Anda mengetahui keahlian apa saja yang diperlukan untuk bisa sukses sebagai seorang penjual?
  • Apakah Anda mengetahui keahlian apa saja yang diperlukan untuk bisa sukses sebagai seorang penjual pada industri yang tengah Anda geluti (misalnya asuransi jiwa, kesehatan, atau otomotif)?
  • Apakah Anda mengetahui keahlian apa saja yang diperlukan untuk bisa sukses sebagai manajer penjualan atau supervisor?
  • Apakah Anda mengetahui keahlian apa saja yang diperlukan untuk bisa sukses sebagai manajer penjualan atau supervisor pada industri yang sedang Anda geluti?
Anda harus tahu jawabannya. Ini adalah profesi Anda! Ini adalah kesuksesan (atau kegagalan) Anda! Sebaiknya Anda mencari tahu dengan cepat bila Anda memang belum tahu jawabannya!

Berikut adalah fakta menarik lainnya:
Keahlian terbaik Anda telah membawa Anda pada posisi Anda hari ini;
Keahlian terburuk Anda menyebabkan Anda diam di tempat dan membatasi Anda dari kesuksesan.
Jadi bila ingin tetap berkembang, menjadi lebih baik, dan lebih baik lagi; Anda harus mencari tahu apa saja kelemahan Anda, lalu berusaha untuk memperbaikinya. Setelah itu, Anda akan bisa berkembang. Tetapi bila Anda hanya mengandalkan keahlian-keahlian Anda yang sekarang untuk bergerak, maka Anda memang akan bergerak, tetapi tidak bergerak maju dan berkembang!


KNOWLEDGE
Terakhir, knowledge. Dengan mengetahui keahlian apa saja yang Anda perlukan, itu sudah merupakan knowledge (pengetahuan). Kebanyakan orang bahkan tidak mengetahuinya!
Hanya ada satu nasihat yang dapat saya berikan. Tetaplah belajar. Knowledge tidak mempunyai akhir. Kita semua sadar, bahwa semakin banyak kita tahu, semakin kita menyadari betapa banyak yang kita tidak tahu. Pengetahuan selalu berubah. Setiap hari akan selalu ada hal-hal baru dalam bisnis kita, tentang kompetitor kita, tentang teknologi baru, ide-ide baru tentang bagaimana menyelesaikan masalah, perubahan kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi konsumen, dan lain-lain. Ya, knowledge tidak pernah ada habisnya. Buatlah komitmen untuk diri Anda sendiri untuk terus belajar tanpa henti seumur hidup Anda. 

Ingatlah:
Pendidikan tidak mempersiapkan Anda untuk hidup;
Pendidikan adalah bagian yang terus berkelanjutan dari hidup!

Sebagai kesimpulan, mencapai kesuksesan adalah sebuah konsekuensi  dari menjalankan prinsip-prinsip dasar tadi dengan benar… dan prinsip-prinsip tersebut adalah benar adanya di seluruh dunia ini—dunia yang tenang, dunia yang tidak bersahabat, dunia yang terus berubah, dunia yang kacau, dunia yang kompetitif, di laut merah, laut biru, apa pun itu…