Sabtu, 10 Agustus 2013

Komplain Pasien vs Strategi RS


Pelayanan jasa medis atau jenis pelayanan jasa lainnya tidak akan terlepas dari keluhan pengguna jasa pelayanan tersebut. Keluhan yang terjadi dapat merupakan keluhan yang memang benar-benar dirasakan mengganggu pengguna jasa atau hanya sekedar harapan berlebih yang tidak terwujud dari pengguna jasa tersebut.


Setiap keluhan yang ada pada suatu pelayanan kesehatan, dalam hal ini pelayanan RS maka sebaiknya dilakukan pengolahan yang terstruktur. Pengolahan keluhan yang terstruktur membantu para pasien mengemukakan keluhannya dan Rumah Sakit sendiri mengetahui siapa penanggungjawab yang berkaitan dengan keluhan yang terjadi. Dengan demikian setiap keluhan yang diterima dapat ditanggapi oleh penanggungjawab layanan sehingga kelak dari keluhan yang di organisir tersebut menghasilkan sebuah strategi baru untuk peningkatan pelayanan.

Saat ini sudah sering kita temui CRO ( Customer Relation Officer ), divisi ini biasanya berkaitan erat dengan kepuasan dari pasien. Ada baiknya setiap RS mempunyai CRO untuk lebih mempererat hubungan RS dan pasien. Seandainya sebuah RS tidak memiliki CRO, bukan berarti tidak bisa menangani complain/keluhan/ masukan pasien; setiap petugas yang menerima complain dapat menangani complain secara langsung atau meneruskan ke divisi yang terkait. Berkenaan dengan prosedur yang sudah dijalani oleh setiap RS, maka untuk penanganan complain RS harus memiliki prosedur tersendiri sehingga kecepatan dan ketepatan penananan complain dapat diwujudkan.

RS merupakan sebuah organisasi yang tersusun dari  berbagai divisi dengan hubungan saling keterkaitan antar divisi, hal ini perlu diperhatikan baik-baik. Dengan timbulnya sebuah complain dapat dipastikan tidak hanya perlu perbaikan 1 divisi saja namun ada kaitan dengan divisi lainnya. Sebagai contoh : “ complain pengurusan adminitrasi pasien pulang rawat inap yang lama”. Dalam persoalan tadi ,  bukan semata – mata hanya pihak kasir saja yang perlu diperhatikan, namun bagian lain seperti perawat atau bahkan dokter yang memiliki pasien juga dapat terlibat. Apakah perawat sudah memberikan data – data pasien keluar secara lengkap? Apakah dokter sudah memberikan resep pasien pulang? Apakah kasir  menerima memeriksa ulang secara cepat dan tepat pengeluaran pasien? Dengan timbulnya complain perlu dikaji lebih lanjut, bagian mana yang membutuhkan perbaikan lebih lanjut, atau hanya sekedar meningkatkan kejelasan dalam komunikasi antar divisi.

Dalam menentukan kecepatan penanganan pasien bisa dilakukan “cross check “ kinerja bagian demi bagian, apakah kecepatan penanganan sudah terpenuhi atau terkendala di salah satu bagian. Tolok ukur kecepatan penanganan sebisa mungkin dapat diukur secara objective, sebagai contoh : memiliki tolok ukur waktu tunggu pasien sejak pasien ambil nomer antrian hingga pasien selesai mendapatkan pelayanan dan kembali ke kasir untuk membayar (waktu tunggu pasien ).

Komplain dari pasien bukan sebagai bahan pencatat ”dosa” bagian tetapi sebagai dasar perbaikan divisi yang terkait sehingga strategi yang dibentuk lebih mendekati sasaran yakni “ kepuasan pasien” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar