Harga yang Harus Dibayar untuk Teknologi
Orang-orang yang berkecimpung di dunia komunikasi dan media menghabiskan banyak waktunya untuk online.
Mulai dari mengelola laman Facebook, memonitor Twitter, membaca email,
atau hanya sekadar mencari informasi terbaru. Tapi tahukah Anda bahwa
ada dampak buruk yang mengintai di balik aktivitas tersebut?
Para ahli mengatakan aktivitas online ini dapat mengubah susunan syaraf otak. Hal ini dikatakan oleh Nora Volkow, Direktur National Institute of Drug Abuse (Attached to Technology and Paying the Price – www.nytimes.com).
Hal ini menyebabkan perubahan cara kerja otak. Berikut ini adalah lima
contoh yang mungkin terjadi karena perubahan tersebut :
Mudah Terdistraksi
Seseorang akan menjadi mudah terdistraksi ketika notifikasi email berbunyi dan tweet di timeline
mengalir deras. Dan orang yang terdistraksi akan berpikir lebih lambat
ketimbang yang tidak. Pada tahun 2005 Hewlett-Packard pernah melakukan
penelitian tentang hal ini. Hasilnya menunjukkan bahwa pegawai yang
terdistraksi oleh email dan telepon mengalami penurunan IQ temporer dua
kali lebih banyak ketimbang orang yang menghisap marijuana.
Lebih Mudah Merasa Bosan
Menurut artikel Matt Richtel yang dimuat
oleh New York Times, email, SMS dan update media sosial merangsang
bagian di otak kita yang merespon kesempatan dan ancaman. “Rangsangan
tersebut membuat kita menjadi bergairah karena mendorong terjadinya
lonjakan jumlah dopamine. Menurut para peneliti hal ini dapat
menimbulkan kecanduan. Ketika rangsangan tersebut tidak ada, orang akan
merasa bosan,” begitu tulis Richtel.
Sulit Fokus dan Menangani Stres
Media yang kita konsumsi saat ini tiga
kali lebih banyak dari yang dikonsumsi pada tahun 1960. Menurut
infografi yang dimuat dalam www.vizworld.com, hal tersebut menyebabkan beberapa hal pada kita:
- Stres
- Merusak kemampuan menyelesaikan masalah
- Menghambat kreativitas
- Membuat kita lambat dalam berpikir
Tapi itu belum semua. Artikel yang oleh
Richtel juga menyebutkan tentang dampak lonjakan kadar dopamine akibat
teknologi. “orang yang sering melakukan multitasking juga lebih
sulit fokus pada sesuatu dan memisahkan antara informasi yang penting
dan kurang penting,” begitu kata artikel tersebut.
Menjadi Kurang Puas
Menurut tulisan David Rock di Harvard
Business Review, hubungan online meningkatkan kadar dopamine. Namun, hal
tersebut tidak merangsang kadar oksitosin – berdampak menenangkan – dan
serotonin yang biasanya terjadi ketika kita berintaksi dengan seseorang
di dunia nyata. “Itu artinya, ketika berinteraksi di Twitter, Anda
tidak akan merasa puas seperti ketika berdiskusi langsung dengan
seseorang di sebuah konferensi,” kata David Rock dalam tulisannya.
Menjadi Lebih Bias
Channel media sosial – blog, Facebook,
Twitter – membuat kita makin mudah menemukan informasi yang sesuai
dengan apa yang kita percaya. Sayangnya, hal ini jadi membuat kita jadi
berat sebelah karena kita biasanya enggan mencari informasi
penyeimbangnya. Hal ini membuat kita jadi memahami sesuatu hanya dari
satu sudut pandang saja. (www.prdaily.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar