Pelayanan jasa medis atau jenis pelayanan jasa lainnya tidak akan terlepas dari keluhan pengguna jasa pelayanan tersebut. Keluhan yang terjadi dapat merupakan keluhan yang memang benar-benar dirasakan mengganggu pengguna jasa atau hanya sekedar harapan berlebih yang tidak terwujud dari pengguna jasa tersebut.
Setiap keluhan yang ada pada
suatu pelayanan kesehatan, dalam hal ini pelayanan RS maka sebaiknya dilakukan
pengolahan yang terstruktur. Pengolahan keluhan yang terstruktur membantu para
pasien mengemukakan keluhannya dan Rumah Sakit sendiri mengetahui siapa
penanggungjawab yang berkaitan dengan keluhan yang terjadi. Dengan demikian
setiap keluhan yang diterima dapat ditanggapi oleh penanggungjawab layanan
sehingga kelak dari keluhan yang di organisir tersebut menghasilkan sebuah
strategi baru untuk peningkatan pelayanan.
Saat ini sudah sering kita temui
CRO ( Customer Relation Officer ), divisi ini biasanya berkaitan erat dengan
kepuasan dari pasien. Ada baiknya setiap RS mempunyai CRO untuk lebih
mempererat hubungan RS dan pasien. Seandainya sebuah RS tidak memiliki CRO,
bukan berarti tidak bisa menangani complain/keluhan/ masukan pasien; setiap
petugas yang menerima complain dapat menangani complain secara langsung atau
meneruskan ke divisi yang terkait. Berkenaan dengan prosedur yang sudah
dijalani oleh setiap RS, maka untuk penanganan complain RS harus memiliki
prosedur tersendiri sehingga kecepatan dan ketepatan penananan complain dapat
diwujudkan.
RS merupakan sebuah organisasi
yang tersusun dari berbagai divisi
dengan hubungan saling keterkaitan antar divisi, hal ini perlu diperhatikan
baik-baik. Dengan timbulnya sebuah complain dapat dipastikan tidak hanya perlu
perbaikan 1 divisi saja namun ada kaitan dengan divisi lainnya. Sebagai contoh
: “ complain pengurusan adminitrasi pasien pulang rawat inap yang lama”. Dalam
persoalan tadi , bukan semata – mata
hanya pihak kasir saja yang perlu diperhatikan, namun bagian lain seperti
perawat atau bahkan dokter yang memiliki pasien juga dapat terlibat. Apakah
perawat sudah memberikan data – data pasien keluar secara lengkap? Apakah
dokter sudah memberikan resep pasien pulang? Apakah kasir menerima memeriksa ulang secara cepat dan
tepat pengeluaran pasien? Dengan timbulnya complain perlu dikaji lebih lanjut,
bagian mana yang membutuhkan perbaikan lebih lanjut, atau hanya sekedar
meningkatkan kejelasan dalam komunikasi antar divisi.
Dalam menentukan kecepatan
penanganan pasien bisa dilakukan “cross check “ kinerja bagian demi bagian,
apakah kecepatan penanganan sudah terpenuhi atau terkendala di salah satu
bagian. Tolok ukur kecepatan penanganan sebisa mungkin dapat diukur secara
objective, sebagai contoh : memiliki tolok ukur waktu tunggu pasien sejak
pasien ambil nomer antrian hingga pasien selesai mendapatkan pelayanan dan
kembali ke kasir untuk membayar (waktu tunggu pasien ).
Komplain
dari pasien bukan sebagai bahan pencatat ”dosa” bagian tetapi sebagai dasar
perbaikan divisi yang terkait sehingga strategi yang dibentuk lebih mendekati
sasaran yakni “ kepuasan pasien”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar