Manusia tanpa kecuali selalu dihadapkan pada pengambilan keputusan dalam setiap langkah yang ia ambil. Tak terkecuali seorang entrepreneur. Entrepreneur bahkan harus membuat berbagai keputusan kecil atau besar dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih sering dari orang biasa. Keputusan itu bisa berbentuk keputusan sepele seperti email mana yang harus dibalas terlebih dahulu hingga keputusan tingkat tinggi yang berdampak lebih luas seperti fokus bisnis dalam 1 dekade mendatang.
Lalu
bagaimana jika Anda bukan seorang individu yang terbiasa mengambil
keputusan dengan efisien dan cepat? Apa yang Anda bisa lakukan untuk
bisa memperbaiki ketrampilan membuat keputusan yang memuaskan? Berikut
adalah kiat tentang seni membuat keputusan efisien, yang pada gilirannya
akan dapat meningkatkan produktivitas Anda secara umum.
Kejar yang terbaik atau puas dengan apa yang ada?
Seorang
pakar ekonomi bernama Herbert Simon menyimpulkan bahwa ada 2 jenis
pembuat keputusan, yaitu pembuat keputusan yang menginginkan yang
terbaik dan pembuat keputusan yang puas dengan apa yang bisa ia temukan.
Golongan
pertama menghendaki adanya pemecahan yang tuntas, maksimal. Mereka akan
terus berusaha mencari sebanyak mungkin kemungkinan walaupun telah
menemukan satu/ beberapa yang memenuhi syarat. Mereka ingin meyakinkan
diri bahwa mereka tidak akan salah dalam membuat keputusan. Lebih banyak
mengetahui pilihan solusi yang bisa diambil pun tidak membuat mereka
lebih puas karena semua informasi itu makin membuat mereka bimbang dan
lama dalam memutuskan.
Sementara
golongan kedua lebih hemat waktu. Mereka memiliki kriteria yang tak
kalah dengan golongan pertama tetapi bedanya mereka lebih cepat membuat
keputusan. Setelah mereka menemukan satu opsi solusi yang memenuhi
syarat, mereka tak ragu menjatuhkan pilihan. Menurut Barry Schwartz,
kelompok inilah yang berpeluang untuk lebih bahagia dalam menjalani
hidupnya.
Intinya, mengumpulkan
informasi sebelum memutuskan memang perlu, tetapi jangan sampai
berlebihan. Kita lebih baik menetapkan kriteria untuk membuat keputusan
sebelumnya dari beberapa sumber tertentu saja. Setelah kita memiliki
kumpulan informasi dari sumber-sumber tersebut, segera buat keputusan
dan bergerak ke urusan lain.
Lebih sedikit itu lebih baik
Psikolog
Gerd Gigerenzer menemukan bahwa manusia dirancang untuk membuat
keputusan cerdas dengan cepat berdasarkan pada informasi yang terbatas
sepanjang hidupnya. Gigerenzer menyatakan bahwa sebuah strategi ambil
yang terbaik harus diterapkan dalam mengambil keputusan dengan cepat dan
efisien. Cukup berpikir dan menimbang-nimbang sesuatu dalam takaran
yang sewajarnya, kemudian berhenti dan berlanjut ke hal lain yang tak
kalah pentingnya untuk dipikirkan. Prioritaskan informasi yang penting
dan abaikan informasi pelengkap. Meneliti informasi pelengkap hanya akan
membuang waktu kita.
Hikmah yang bisa dipetik ialah percayai naluri Anda yang berasal dari pemikiran yang cepat berdasarkan pengalaman.
Percayai intuisi
Dalam
dunia bisnis dan industri kreatif, kita banyak mendengar tentang
intuisi dan keyakinan terhadap naluri. Tidak ada yang rumit tentang
intuisi.
Menurut William Duggan dari
Columbia Business School, ada tida jenis intuisi yang patut kita
ketahui: intuisi biasa, intuisi ahli,dan intuisi strategis. Intuisi
biasa hanya sebuah perasaan, firasat. Intuisi ahli merupakan penilaian
yang cepat karena telah terlatih dan berpengalaman. Selain itu, intuisi
ahli hanya bisa bekerja dalam sebuah lingkungan yang familiar. Sementara
intuisi strategis ialah sebuah pemikiran yang jelas, yang bisa bekerja
bahkan di luar lingkungan yang sama sekali baru. Sebuah ide yang
terlintas di benak kita bisa jadi sebuah solusi atas permasalahan yang
kita tengah hadapi. Inilah contoh sebuah intuisi strategis.
Singkatnya,
kita harus mempercayai intuisi ahli (berdasarkan pengalaman) saat
membuat keputusan tentang permasalahan yang pernah kita hadapi
sebelumnya. Namun saat kita membutuhkan terobosan yang benar-benar baru
dan segar, kita tidak bisa terlalu cepat mencapai sebuah simpulan.
Mengapa pengalaman sumber belajar terbaik
Ya,
pengalaman masih menjadi guru yang terbaik. Sumber pengalaman tidak
terlalu penting. Pengalaman kita pribadi atau orang lain sama-sama
berbobotnya. Seorang psikolog, Daniel Gilbert, mengatakan bahwa manusia
cenderung suka bertanya kepada orang lain saat tidak memiliki
pengetahuan atau pengalaman untuk membuat keputusan tertentu.
Untuk
itu, jika kita tengah bergulat dengan sebuah keputusan yang sukar,
berdiskusilah dengan seorang teman atau kolega yang pernah berada dalam
situasi yang sama sebelumnya. Pandangan dan opini yang mereka bagikan
akan sangat berharga daripada penelitian manapun.
Prioritaskan yang penting
Sejumlah
keputusan memiliki signifikansi yang cukup besar dalam kehidupan kita
dan patut mendapatkan perhatian dan pemikiran lebih. Sementara sisanya
hanyalah keputusan-keputusan minor yang tidak terlalu penting. Menurut
Jonah Lehrer, penulis buku How We Decide, menunjukkan bahwa
kita selalu terdorong untuk jatuh ke jebakan keputusan yang remeh temeh,
dan berpikir seolah keputusan tersebut lebih krusial dari yang
sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar