Sabtu, 21 Desember 2013
Bahaya Zona Nyaman Bagi Bisnis
Perbaikan bisnis dari hari ke hari mutlak dilakukan bila pebisnis ingin bisnisnya langgeng. Perbaikan ini dilakukan mengingat zaman yang sarat dengan teknologi selalu berubah cepat. Kebutuhan dan perilaku konsumen juga berubah.
Jebakan paling sering bagi pebisnis adalah zona nyaman. Ketika pebisnis memasuki tahap mapan, banyak yang merasa puas dan merasa telah mencapai titik tertinggi prestasi dalam bisnis. Namun, fase inilah yang layak diwaspadai. Zona nyaman sering membuat pebisnis lupa untuk berbenah dan berubah.
Contoh paling kentara adalah bangkrutnya raksasa fotografi Kodak. Banyak pengamat melihat tutupnya legenda fotografi itu karena tidak mau menyesuaikan diri dengan zaman. Kodak tidak sigap dalam menanggapi arus digitalisasi. Kemampuan beradaptasi dan berinovasi adalah kemampuan mutlak bagi perusahaan untuk bertahan dan maju dalam perubahan.
Philip Kotler dalam buku Marketing 3.0 yang ia tulis bersama Hermawan Kartajaya dan Iwan Setiawan menandaskan pemasar bertugas selalu meningkatkan QCD (quality, cost, dan delivery). Perbaikan kualitas tidak hanya menyangkut produk, tapi juga layanan. Tak jarang produk yang sangat bagus tapi kurang laku karena pelayanannya yang buruk. Terkait distribusi, pemasar dituntut untuk memperbaiki sistem pengiriman, entah terkait waktu, jejaring, infrastruktur, dan sebagainya. Prinsip distribusi adalah produk dengan gampang menjangkau pelanggan.
Selain itu, sambung Kotler, pemasar harus selalu menepati janji yang diberikan kepada pelanggan, pemasok, maupun distributor. Jangan sekali-kali menipu mereka dengan ketidakjujuran, entah soal kualitas, kuantitas, harga, maupun waktu pengiriman.
Prinsipnya, perbaikan kontinu mutlak dilakukan. Kalau tidak, pelanggan akan berpindah pada kompetitor yang terus menerus berbenah menyuguhuhkan produk dan layanan yang lebih baik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar