Senin, 16 Juni 2014

Management ; Hancur... Kalau Pemimpin Tidak Memiliki Visi


Opportunity lost”, demikian seorang teman yang memimpin sebuah perusahaan produsen makanan ringan, mencoba memberikan simpulan singkat mengenai ketidakjelasan sejumlah persoalan di negeri ini.


“Banyak kebijakan yang tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas sehingga pernyataan pemimpin banyak yang tidak didukung, sebaliknya dikritik dan dicerca bahkan didemo. Pasti banyak kesempatan yang hilang karena tidak mungkin diraih tanpa strategi yang terkonsolidasi dalam satu tujuan,” lanjutnya. 

Dia baru beberapa tahun ini mendapat “wasiat” untuk menjadi nakhoda bisnis keluarga, yang sebelum itu dipimpin langsung orangtuanya. Dan, tidak lama setelah menerima posisi itu, dia pun mencanangkan perubahan. Dia sadar bahwa modal tidak hanya menyangkut uang, tetapi terutama sumberdaya manusia yang bisa menghela perusahaan unggul dan berkelanjutan di masa depan. 

Karena itu, dengan pengalaman memimpin perusahaan beberapa tahun ini dan latarbelakang pendidikannya, tentu saja dia tidak akan membuat sebuah simpulan begitu saja. Dia menyampaikan pemikiran seperti itu untuk menanggapi komentar salah seorang manajer mengenai blunder kepemimpinan negeri ini, yang terus berlanjut hingga kini.  

Seperti beberapa hari lalu, pernyataan keras Presiden yang mengingatkan para Menteri untuk memprioritaskan pemerintahan di hari berikutnya justru menuai kritikan yang meminta Presiden untuk memberikan teladan terlebih dahulu (Kompas, 21 Juli 2012). 

Anda pun pasti belum lupa dengan peristiwa di penghujung bulan Maret lalu. Rencana pemerintah menaikkan harga BBM dengan alasan kepentingan bangsa, bukannya mendapat dukungan masyarakat, sebaliknya malah mendapat perlawanan melalui demo yang digelar di sejumlah daerah sehingga menimbulkan keresahan dan nyaris terjadi perpecahan.
Mengapa tidak mendapat dukungan mayoritas –bahkan seharusnya bulat– kalau tujuan kebijakan itu untuk kepentingan masyarakat?
kalau tujuan kebijakan itu untuk kepentingan masyarakat? “Masalahnya, tidak ada visi yang membuat masyarakat berharap dan menimbulkan hasrat kuat mereka untuk merealisasikannya,” demikian seorang manajer yang lebih senior berujar. 

Sebagai manager yang gandrung mengikuti seminar dan pelatihan, dia memang paham rerangka bangunan kepemimpinan strategik yang diperlukan sebuah organisasi. Di samping itu, tidak dapat diabaikan pengalaman dan pengetahuannya sebagai senior manajer, yang banyak diperoleh dalam perjalanan panjang perusahaan yang mereka kelola. 

Memang, visi bukanlah satu-satunya penentu perusahaan bisa meraih keberhasilan di masa depan. Tetapi, layaknya seperti kompas, visi merupakan arah strategik yang menuntun  kemana sebuah organisasi atau perusahaan akan melangkah. Sebagaimana Yukl (2006) menegaskan, visi tidak dapat diabaikan karena merupakan pernyataan komitmen pemimpin mengenai posisi perusahaan di masa depan. 

Bahkan, visi sebenarnya merupakan perangkat organisasi yang sangat penting karena mampu membangun dan menyatukan impian semua karyawan sehingga mereka semakin termotivasi untuk mencapai tujuan perusahaan. 

Terkait motivasi tersebut, Richard L. Daft (2005) menyebutkan, “a vision is not just a dream, it is an ambitious view of the future that everyone in the organization can believe in, one that can realistically be achieved, yet offers a future that is better in important waysnthan what now exists.”

Sayangnya, seperti yang disampaikan Jamaluddin Ancok (2006), belum semua pemimpin organisasi atau perusahaan yang menganggap visi itu penting. Penelitian menunjukkan, masih banyak organisasi maupun perusahaan yang tidak memiliki visi, atau merumuskan visi asal-asalan sehingga tidak menimbulkan hasrat kuat karyawan untuk merealisasinya. 

Di beberapa perusahaan, visi bahkan hanya menjadi arsip yang disimpan di laci pemimpin atau hanya
VOW ini hanya sekedar tontonan yang ditempelkan di dinding, spanduk atau baliho di pintu masuk perusahaan dan ditulis dengan ukuran font yang besar untuk membuat orang luar terkesan bahwa manajemen perusahaan atau organisasi tersebut sudah meng-update pengetahuan manajemen terkini. Nyatanya, perilaku manajemen belum beranjak dari pendekatan kepemimpinan kuno yang memobilisasi karyawan dengan ancaman dan doktrin.

Karena itu, kehadiran saya beberapa malam lalu pada acara dinner yang diadakan teman saya dan para manajernya sebenarnya adalah untuk refreshing pemikiran-pemikiran kepemimpinan dan manajemen strategik. Namun, kebetulan bertepatan waktunya dengan topik aktual di atas, membuat proses menuju refreshing itu menjadi lebih mudah. 

Isu kepemimpinan itu membuat mereka seolah-olah berada di hadapan sebuah cermin, yang menunjukkan bagaimana mereka mengelola perusahaan di masa lalu.  Hampir sepanjang waktu, sebelum terjadinya perubahan, manajemen tidak memiliki bayangan pasti akan di mana posisi perusahaan di masa depan. Keyakinan akan masa depan hanya berdasarkan pemikiran bahwa pasar dan pemimpin pasar terus tumbuh. 

Mereka tidak membayangkan kemungkinan ancaman karena berbagai faktor dalam kekuatan bersaing dalam industri yang digeluti. Mereka puas karena perusahaan tetap tumbuh, walaupun tidak mencapai keunggulan kompetitif (competitive advantage). Karena itu, bagi mereka tidak masalah kalau perusahaan yang dipimpin hanya berada pada posisi follower yang membayang-bayangi pesaing. 

Demikian juga dengan kebijakan dan strategi perusahaan. Kebijakan perusahaan umumnya merupakan reaksi terhadap pesaing dan business environment. Karena itu mereka sangat peka terhadap isu-isu mengenai kegiatan pesaing dan lingkungan bisnis, seperti kebijakan pemerintah, situasi global, dan sebagainya. 

Mengenai strategi perusahaan, sikap mereka pun tentu saja tidak berbeda. Tidak ada guidance impian masa depan dan formulasi yang berbasis kekuatan sumberdaya yang relevan dengan impian itu. 

Lalu, bagaimana dengan sumberdaya manusia perusahaan? Pasti Anda tidak heran kalau pada masa itu departemen Sumberdaya manusia menjadi bagian yang sangat sibuk di perusahaan ini. Walaupun sekarang mereka tetap sibuk karena aktif membuat berbagai perencanaan yang terkait dengan human resource management, namun dulu mereka sibuk karena rutin mencari dan merekrut karyawan baru mengganti karyawan-karyawan yang keluar dari perusahaan. 

Karyawan ini umumnya melihat manajemen tidak bisa menjanjikan dan memberikan harapan bahwa impian mereka mungkin bisa teralisasi bila tetap bertahan dan bekerja di perusahaan itu. Belum lagi munculnya persaingan tidak sehat antar figur di level manajemen puncak yang masing-masing mengaku memiliki “visi”, mengklaim kebijakan yang dibuat atas nama perusahaan, sehingga menimbulkan keresahan dan ketidakpastian perjalanan karir karyawan.

Pemimpin sebaiknya tahu  ke arah mana perusahaan akan dibawa. (Foto: Ist)
Pemimpin sebaiknya tahu ke arah mana perusahaan akan dibawa. (Foto: Ist)
Tetapi, sekali lagi, itu masa lalu perusahaan mereka. Sekarang sudah terjadi perubahan yang mendasar. Pemimpin tahu ke arah mana perusahaan akan dibawa. Pemimpin tahu bagaimana membuat karyawan memiliki komitmen tinggi tanpa harus menakut-nakuti dan mendoktrin mereka. 

Karyawan juga kini memiliki keyakinan bahwa suatu saat perusahaan akan menjadi pemimpin pasar. Karena itu mereka ingin menjadi karyawan yang memiliki kontribusi ketika perusahaan berada pada posisi itu. Mereka percaya manajemen akan mengetahui hal itu. 

Ideal? Bagi sebagian orang atau pemimpin mungkin ya. Tetapi, hal itu nyata bagi perusahaan dan pemimpin yang memiliki visi. Visi merupakan arah dan titik pemersatu seluruh pemikiran dan kepentingan mereka. Supaya lebih nyata, Anda bisa pelajari bagaimana perusahaan-perusahaan multinasional berkembang. Atau, Anda bisa belajar dari Semco Group, market leader di berbagai industri yang berbasis di Brasil. 

Bagi yang ingin merumuskan visi baru atau me-review visi yang sudah ada, beberapa tips berikut mungkin bisa membantu. Pertama, sesuai dengan bisnis inti perusahaan. Kedua, menunjukkan standar prima perusahaan. Ketiga, mampu menumbuhkan komitmen, antusiasme dan ambisi semua karyawan untuk mencapainya. Keempat, dinyatakan dengan jelas, singkat serta mudah dimengerti dan diingat. Kelima, sosialisasikan dan jelaskan visi tersebut kepada karyawan.

Minggu, 15 Juni 2014

Manager ; Lean Hospital, Strategi Kepuasan Pelayanan Pasien


Lean Hospital Salah satu dari metode yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan mentalitas patient first dan mengurangi kesalahan dari penanganan, pengobatan, dan infeksi adalah melalui adaptasi prinsip lean di rumah sakit.
Prinsip lean adalah sebagai berikut:
  1. Identifikasi nilai tambah semua aspek operasional rumah sakit dari mata pasien dan keluarga pasien
  2. Berpikir proses: Semua kejadian berasal dari rantai proses tempat kejadian itu berada. Jadi semua masalah dapat dipahami penyebabnya bila kita melihat rantai proses yang melewati masalah itu.
  3. Proses yang ada harus dibuat streamline: Efisiensi akan terjadi bila rantai proses yang ada bersifat streamline. Artinya tidak ada terjadi penumpukan pekerjaan atau pasien di satu atau lebih titik dalam rantai proses yang ada, dan tidak ada aktifitas menunggu di sepanjang rantai proses pelayanan.
  4. Pekerjaan yang ada harus on-demand: Efisiensi juga akan terjadi bila pekerjaan yang kita lakukan sesuai dengan apa yang dibutuhkan customer (pasien) – tepat ukuran, tepat waktu, tepat sasaran.
  5. Berpikir perbaikan yang berkelanjutan: Untuk mencapai kondisi ideal, kita tidak cukup hanya melakukan satu kali dua kali aktifitas perbaikan di lingkungan kerja kita. Aktifitas yang berlangsung harus berkelanjutan selama bisnis masih berlangsung.
Bagi rumah sakit, prinsip lean bertujuan tiga hal:
  1. Menghilangkan pemborosan, meningkatkan efisiensi dan response time operasional
  2. Menemukan dengan cepat masalah yang sedang atau akan terjadi, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan
  3. Menciptakan lingkungan yang konsisten dan stabil.
Tiga hal ini merupakan hal penting dalam proses akreditasi JCI dan bila dilaksanakan, lean akan mendukung proses akreditasi standard JCI.
Di Amerika, sudah banyak rumah sakit yang mengadaptasi prinsip lean ini dengan hasil yang sangat baik. Sebagai contoh, di rumah sakit Virginia Mason Medical Center, lean  berhasil membantu menurunkan jumlah kasus infeksi pneumonia yang disebabkan oleh alat ventilator yang dipakai pasien (Gambar 1) dengan mengidentifikasi dan menghilangkan potensi – potensi sumber infeksi di sepanjang proses pengadaan dan pemakaian ventilator tersebut dengan alat risk identification danerror proofing. Di University of Colorado Hospital, lean berhasil digunakan untuk meningkatkan persentase bed yang tersedia dalam waktu kurang dari 60 menit dari 22% menjadi 44% dengan streamlining dari proses identifikasi vacant bed, sterilisasi, dan persiapan peralatan. Waktu dischargepun bisa dikurangi secara rata-rata 1 jam dari sebelumnya.

Kaizen Event di Rumah Sakit

Ujung tombak dari implementasi prinsip lean adalah Kaizen Event. Kaizen Event adalah aktifitas grup yang terfokus selama 5 hari penuh, yang dilakukan di satu rantai proses / area kerja.
Setiap Kaizen Event memiliki goal yang jelas, yang merupakan goal yang ingin dicapai di akhir hari ke-5 event tersebut. Typical goal dari sebuah Kaizen Event adalah sebagai berikut:
  • Safety: zero accident, zero infection for patients, zero error for dispensing medications
  • Quality: high patient satisfaction
  • Time: lead time improvement
  • Cost: productivity improvement, utilization improvement
  • Morale: improve employee satisfaction
  • Environment: less waste materials
Manfaat dari Kaizen Event adalah event ini merupakan experience learning yang langsung memberikan contoh kepada para praktisi tentang lean. Akibatnya, perubahan yang terjadi akan lebih bersifat jangka panjang, dan pola pikir patient first akan terbentuk di seluruh lini manajemen rumah sakit itu. Pada akhirnya, kita akan dapat meningkatkan daya kompetisi dari rumah sakit di Indonesia dengan memberikan pelayanan dan kepercayaan yang bertaraf internasional sambil tetap mendapatkan profit yang baik

Manager ; 7 Langkah Problem Solving dalam Lean Health Care


Lean Healthcare menawarkan sebuah bukti dari strategi problem solving yang sering disebut dengan A3 problem solving. Teknik A3 problem solving telah lama digunakan sebagai tool dalam proyek-proyek berbasis Lean Six Sigma dan telah terbukti efektif. Teknik membantu perusahaan atau rumah sakit memecahkan permasalahan dengan  pengembangan dari proses yang dilakukan.
Metodologi A3 problem solving memaksa kita untuk memahami masalah sebelum kita memutuskan untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan melakukan analisa dan pengumpulan data, pengembangan metode A3 problem solving memberikan gambaran yang jelas tentang akar penyebab masalah.
Berikut 7 langkah untuk menerapkan A3 problem solving di rumah sakit :
1. Latar Belakang Masalah
Pada langkah ini, anda akan melakukan studi untuk memilih masalah tertentu. Setelah anda menentukan masalah apa yang akan anda coba selesaikan, gambarkan juga dampak apa yang terjadi dari segi bisnis yang menyangkut pelanggan, proses, keuangan, produk baru, dan lain sebagainya.
2. Problem Statement
Dalam membuat pernyataan mengenai masalah, anda harus menjelaskan masalah dengan lebih detail dan spesifik. Termasuk besarnya masalah, dimana masalah itu terjadi, kapan, dan dampak apa yang ditimbulkan dari masalah tersebut. Dalam problem statement yang anda buat, anda harus membawa masalah itu lebih hidup atau dengan kata lain menciptakan “sense of crisis” bagi perusahaan.
3. Goal Statement
Pada langkah ini, tentukan apa yang ingin anda capai dengan memulai inisiatif penerapan A3 problem solving. Lakukan mapping untuk tujuan yang ingin anda capai kemudian tetapkan kerangka waktu untuk menyelesaikan masalah tersebut.
4. Root Cause Analysis
Teknik RCA ini membantu anda dalam menemukan akar penyebab masalah dengan 3 macam teknik yang bisa anda gunakan, yaitu teknik 5 wyhs, Cause & Effect Diagram ataupun DMAIC.
5. Countermeasures
Dengan menggunakan teknik RCA, maka anda akan mampu menyusun rencana rinci yang menjelaskan siapa yang akan menyebarkan solusi potensial dari pemecahan masalah tersebut.
6. Effect Confirmation
Setelah menerapkan solusi potensial yang ada, kemudian tentukan apakah hasil nya menunjukkan bahwa solusi untuk masalah tersebut efektif dalam mencapai tujuan anda.
7. Follow Up Action
Setelah mencapai hasil yang anda inginkan, lakukan perbaikan pada infrastruktur untuk mempertahankan manfaat yang sudah anda dapat dari penyelesaian masalah tersebut, seperti standar, audit, dan juga review. Pastikan bahwa anda menjelaskan dan menyebarkan apa yang anda temukan dalam menyelesaikan masalah yang ada kepadal seluruh pihak organisasi. Yang dalam bahasa Jepang disebut yoko-narabi-tenka